Monday 21 May 2012

Somewhere Only We Know


Like a beach lovers who doesn't want to get wet
Or the waves that tease the sand without desire to lingering


Tepat di tempat ini, aku ingat lima tahun lalu ketika kita mengikrarkan diri untuk tidak pernah berikrar tentang hubungan ini. Tidak ada kepastian, tidak ada ikatan. Karena di atas segalanya, bukankah pada akhirnya kita akan selalu mencari satu sama lain?

Dan pada setiap malam natal itulah aku menyebrang pulau ke kampung halaman. Demi satu saja malam dari 365 yang dihadirkan tahun. Membahas hal yang sama, mengenai ikrar untuk tidak berikrar, yang lama-lama kunilai hanya untuk afirmasi. Disusul pertanyaan, akankah suatu hari kita ingkar? Karena ada saatnya, secara diam-diam maupun lantang, kita tahu kita menginginkannya.

"Jadi, bagaimana kabar dia?” ia membuka pertanyaan setelah menaruh botol hijaunya yang hampir tandas.

“Jika yang kau maksud adalah dia yang kuceritakan tahun lalu, aku tak tahu. Enam bulan lalu kami berpisah, sekarang aku bersama yang lain.”

“Easily move on like always, eh?”

“Told you. Aku saja heran mengapa kita, dengan hubungan seperti ini, bisa tahan hingga lima tahun. Sementara di kehidupanku yang sebenarnya di daratan sana, dalam lima tahun ini aku sudah berganti pasangan sebanyak empat kali!” ujarku sambil tergelak.

Everything was perfect from far away....”

“Tapi itu tidak berpengaruh untukmu. Dengan dia, sudah hampir enam tahun, bukan?”

“Ya.”

“How can everything still perfect even she’s near?”

“If everything’s really perfect, i won’t come.”

Setelah keheningan yang cukup lama, ia bertanya. “Mungkinkah kita ingkar?”

“Mungkinkah?”

“Mungkin saja.”

“Mungkinkah mengingkari dia?”

“Sudah sejak lama kuingkari. Bukan hanya dia, tapi juga diriku.” Suara ombak kembali memecah keheningan.

“Jika suatu hari kita ingkar... Tidakkah kau takut? Semua terasa sempurna karena jauh, bukan? Kau tidak tahu benar tentang aku.”

“Bukan masalah itu, tapi aku tahu benar bahwa kita selalu membutuhkan seseorang yang dekat. Bukankah itu yang membuat kita tak berani ingkar? Daratanku, lautan itu, dan daratanmu?”

“Ah, kau. Oportunis sejati.”

“And so you are,” ujarnya sambil tertawa.

Seperti yang sudah-sudah, persinggahan ini memang tak pernah bermuara pada jawaban. Aku datang menyebrangi pulau hanya demi harapan yang dilayangkan lalu terhempas alami pada tanah. Bukan untuk ditangkis, bukan pula untuk ditangkap. Karena dalam sepintas mata, bukankah jelas bahwa kita hanya dua orang yang senang mencari namun enggan saling menemukan?

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...