Thursday, 26 April 2012

Tanpa Tapi

Malam itu kami berempat berjalan di area pedestrian yang sangat lebar. Masih terlalu lebar, bahkan ketika kami jalan berempat beriringan.

“Gak nyangka ya, dulu jalan bareng gini paling di Ciseke Besar, beli makan di Gembul. Itu juga kalo kita jalan berjajar berempat gini pasti diklaksonin motor!” ujarku sambil tergelak.

Ketiga lelaki itu, dulu kalau berkumpul tema obrolannya tak jauh dari perempuan dan traveling. Sementara sekarang perbincangan kami mayoritas dipenuhi pekerjaan. Dua di antara mereka bekerja di majalah berita mingguan dengan desk hukum, politik, dan kriminal. Satunya lagi sedang mengikuti program MT di sebuah perusahaan leasing.

Dan (mungkin) dengan berat hati, mereka sudah harus melupakan rencana-rencana traveling yang dulu termasuk rutin mereka kerjakan. Sebutlah naik turun gunung, mengendarai motor dari Bandung sampai Pulau Bali, bahkan Lombok. Yang menarik adalah, mereka tidak keberatan dan sepenuhnya menerima konsekuensi pekerjaan mereka.

“Kalau mau liburan yang jauh, ya tunggu satu tahun lagi. Kalau kita sudah dapat cuti, baru lah berencana,” ujar salah satu dari mereka.

Salah satu dari mereka pula yang berkata, bahwa dalam hal apapun termasuk pekerjaan, kita harus bisa menerima kata “tapi”.

“Dapet kerjaan enak mungkin sebenarnya bukan berarti tanpa ‘tapi’. Dapet topik yang kita suka dan bisa kerja sepenuh hati, misalnya. Ditambah lingkungan kerja yang enak, atasan yang mendorong kita berkembang, gaji yang memenuhi kebutuhan. Kalau orang positif akan bersyukur, tapi orang negatif tetep bakal nyari-nyari kekurangan. Misalnya, ‘tapi gue weekend tetep kerja’ atau ‘tapi tempat kerjanya jauh mana-mana’. Ya kalau pada dasarnya kita suka dan selama kita bisa, kenapa harus masalahin itu?” papar salah satu dari mereka.

Dan saya sangat setuju. Pun bersyukur ada di antara mereka :D

***

Untuk sebagian orang, menerima “tapi” memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Saya jadi ingat perbincangan dengan seorang teman di kesempatan yang lain. Dia juga tipikal yang tidak terbiasa mengeluh dan loyal terhadap pekerjaan. Intinya, kami sepemikiran dalam hal menerima kata “tapi”. Beruntung memang, kami sama-sama melakukan pekerjaan yang kami sukai. Ibarat melakukan hobi ditambah beban tanggung jawab.

Saya sering menganalogikan kerjaan dengan pacar. Diterima di tempat kerja itu jodoh-jodohan, begitu juga dengan nerima kekurangan dan kelebihan tempat kerja. Misalnya dalam hal penerimaan. Maksudnya, kalau nyari yang super memenuhi harapan kita seutuhnya, sampai kapan? Kalo bisa nerima pacar apa adanya pasti bisa dong nerima kerjaan apa adanya. Toh mau bagaimanapun, kita yang memutuskan orang atau pekerjaan mana yang kita pilih.

Bukan berarti pindah kerja itu dosa. Kalau memang merasa tidak cocok dan memutuskan pindah, ya sah-sah saja. Daripada gak bahagia? Hehehe. Nah, sama kayak pacaran juga, kan? Kalau udah gak cocok, ya udahan. Tapi poinnya, kesempurnaan hanya milik Allah *hatsyah*. Dan di dunia ini gak ada yang sempurna *halah*. (lagi-lagi) klise. But true. Jadi dari segala yang kita suka, mana kira-kira prioritas yang harus kita dapatkan dan sisanya yang bisa dinegosiasikan.

Atau mungkin memang sulit ya menerima “tapi”? Buktinya beresin tulisan ini juga sulit. Hahaha. Mungkin saya saja yang beruntung karena mendapatkan yang sesuai. Kadang berpikir, mungkin orang yang bisa menerima kata “tapi” atau “easy-to-please” itu ada baiknya dan jeleknya. Baik karena hati tenang, bisa melakukan sesuatu dengan minim keluhan atau protes. Jeleknya mungkin, karena terlalu nrimo dan kurang aware sama “hak”. Baik buruk relatif sih. Yang pasti yang baiknya dari Tuhan dan yang yang buruk dari Bunda Dorce. *apose*

Kenapa saya sering menulis tentang ke-easy-to-please-an ini, jujur karena saya juga inseruce sih sebenanya. Kok, sepertinya jadi tidak “normal” melihat sedikit teman di sekeliling saya yang bisa merasakan hal yang sama. Makanya, yang merasa hal yang sama monggo berbagi pandangan *cari temen* :D

5 comments:

  1. Oh gitu yaaa.. Menginspirasi ^^,

    ReplyDelete
  2. @Aep : Hai kamu lama tak terlihat. Hehe.
    @Aprizya : Ini yang waktu itu gw bilang di twitter. Baru dipos sekarang dong, di kosan gak ada internet :))

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aku suka baca blog ini. Tiap update pasti langsung pengen baca dan enjoy banget hehe :) Gaya nulisnya santai tapi gak sepele.

      Delete
    2. *jadi malu* :p
      Thanks anyway! :)

      Delete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...