Setelah kemarin mengalami Kamis rasa Jumat, Jumat ini juga berasa Sabtu.Kantor sepi banget karena deadline edisi khusus emang biasa maju satu hari. Sampe-sampe jam makan siang aja susah nyari partner makan gara-gara belum ada yang dateng.
The good thing is, komputer baru di kubikel sudah datang! Ah yay! Jadi dari kemarin puas rapi-rapiin file dan donlod-donlod lagu. Hihi. Setelah Kamis minggu lalu dikasih Derphina, eh Kamis ini dapet kompu baru (yang belum dikasih nama). Hepi! :D
By the way, this is the 7th month i live in this city dan setengah tahun berlalu sejak usia saya genap 25 tahun. Memang banyak, sih, yang berpikir, “Begitu masuk umur 25, berarti lo udah tua.” Dan menjadi insecure begitu masuk usia ini. Tapi buat saya, yang membedakan hanya… Di usia 25 ini pencapaian harus ditanggapi lebih serius dibanding sebelumnya. Dan jika seorang teman yang berusia 27 tahun bilang bahwa ia ingin forever 27, begitu pula saya. I want to be forever 25! *tabur-tabur confetti silver* Karena buat saya, 25 tahun ini harus benar-benar diisi sama kejadian-kejadian yang menyenangkan dan membanggakan. Ehehehe. Sort of top of our life.
Usia 25 saya pindah ke Jakarta. Di kota ini saya bekerja, ngekos, dan ngurus semua keperluan hidup sendiri. Fase yang sangat saya suka. Not married (yet), 25 yo, have a job. Dan di atas perasaan nggak aman gara-gara tindak kekerasan di jalan, “menjelajah” kota yang baru ini ternyata menyenangkan. Mulai dari nol buat menghapal sudut demi sudutnya, budaya demi budayanya, mengumpulkan direktori tempat makan andalan baru, ya pokoknya beradaptasi deh dalam segala hal. Berusaha mengenal biar merasa nyaman. Meski wajah saya sih emang enggak pernah bisa beradaptasi. Sunda it is! Hahaha.
Di usia ini juga, saya mulai berpikir “lebih serius” mengenai rencana dan tujuan keuangan, salah satunya dengan memulai investasi. Bersyukur juga punya bos yang gak cuma bisa diajakn ngobrol dalam konteks profesional, tapi juga personal. Hehe. “Udah mulai nabung aja, lu. Katanya rencana nikah masih lama?” Lah, emang nabung cuma buat nikah doang? Kalaupun iya, meski rencananya masih lama kan tetep aja persiapannya harus jauh-jauh hari. Bisa gitu begitu berencana nikah, beli rumah, atau lainnya, duitnya otomatis langsung ada juga? :p
---
Liat penjelasan singkat di atas, benar juga, sih. Mungkin ini ya, yang orang sebut “beranjak tua”? Tapi saya senang! *nyengir* Dan yang pasti, being bitter is not my option. At least for now :p (Eh ya sebenernya bitter sih ngadepin drama-drama di public transportation dan drama di jalan raya sini. Ya macetnya ya insecurenya. Yang bikin kita mau-gak mau harus ikutan “keras” juga. Secara kan saya lemah lembut gitu kadang suka gak tega (halah). Tapi itu dibahas lain kali aja ya :D ) Suatu malam, di sela-sela sesapan kopinya, ia melontarkan kalimat yang saya setujui. Tentang kenapa kita memang harus tinggal di kota ini.
You are right. I think my life belong to this city, now.
Lantai 3 Kebon Jeruk
hebat euy kalo dalam 7 bulan sudah merasa Jakarta sebagai home :D
ReplyDeletegue yg udah 4,5 tahun di sini tetap gak pernah merasa betah. Jakarta is a pond of opportunity, but not a sanctuary. sanctuary gue, selain kampung halaman di Purwokerto, adalah Jogja.
tapi ya, karena di Jakarta gak ada pilihan selain berusaha survive, then I survived :D
Eh, iya. Kemaren pas maen-maen ke blog lo, gw inget baca bagian "Jakarta is a pond of opportunity, but not a sanctuary" itu :D
ReplyDeleteDan diem-diem setuju juga sih *hayah, labil* hahaha. Tapi justru punya tempat pulang juga menyenangkan. Tiap pulang ke Bandung rasanya bahagiaaa banget. Hahaha. Dan mungkin karena dari kecil kalo ke Jakarta kayak udah punya perasaan "nanti aku bakal kerja di sini!" gitu jadi seneng-seneng aja ya X)