Berapa harga yang harus kau bayar untuk sebuah cita-cita?
Menjadi perempuan yang bekerja untuk kebutuhan dirinya, bisa jadi hal yang membanggakan. Apalagi jika pengetahuan dan daya nalarnya berada setidaknya tepat pada garis rata-rata. Tapi apa yang dicari dari semua itu? Hal tersebut mengusikku karena pembicaraan di yahoo messenger tadi siang. Habislah aku dibego-begoi seorang sarjana hukum yang baru beres yudisium dengan peringkat sangat memuaskan tapi sama sekali tidak tahu pasal apa saja yang dikenakan untuk menjerat Ariel.
Segelintir orang memang percaya bahwa pasangan yang mapan merupakan modal awal untuk menikah. Kira-kira, berapa perempuan rela meninggalkan pekerjaannya demi lelaki mapan yang sangat dicintai? Ahhh, jangan bilang aku sendirian yang bodoh di dunia ini. Ya, aku meninggalkan lelaki yang kucintai demi pekerjaanku yang masih dalam impian. Cih, ketika melafalkan kalimat tadi, aku baru sadar bahwa sepertinya aku adalah perempuan terbodoh di dunia! Untuk apa kulakukan itu, he? Sudah merasa hebat, apa?
Aku masih bermain dengan pikiran-pikiran sendiri ketika kuhempaskan tubuh ke atas kasur dan membenamkan kepalaku di bawah bantal. Sejauh aku membaca teenlit sebagai bahan reviewku untuk sebuah majalah remaja, beginilah cara si tokoh utama menangis. Aku ikuti saja. Lagipula malu jika terdengar kamar sebelah. Kemungkinannya dua, aku disebut uber-pathetic atau disangka makhluk beda dunia. Syukur-syukur dia sudah tidur. Beda dengan penghuni kamar seberang lift sana yang baru pulang sekitar pukul 04.00 sambil setengah mabuk dan menggenjreng gitar tak bernada.
“Kebahagiaan seperti apa sebenarnya yang kamu cari?” bisikku lirih. Bersamaan dengan air mata pertama yang turun malam ini.
Jika dipikir-pikir, mengapa aku bisa menolak lamaran Musa hanya karena ingin tetap bekerja setelah menikah nanti. Padahal Musa sang arsitek muda yang tergabung dengan Artsicraft Group dan punya banyak klien kakap pasti mampu membiayai kehidupanku lebih dari cukup. But still, the idea of being jobless in a life after wedding sama sekali tidak terlintas di pikiranku.
Di tengah kegulitaan kamar yang baru kutempati sejak dua pekan lalu, aku membuka laci terbawah lemari dan mengeluarkan sebuah foto.
Lekat-lekat, aku memandangi sosok yang dalam kegelapan seperti ini menjadi sedikit mirip Ariel Peterpan. Usiaku dan Musa terpaut lima tahun, dan aku kembali menyadari bahwa, ya, aku memang masih muda walaupun Musa sudah dipenghujung kepala dua. Aku belum mau menikah. Aku… aku yakin berpisah adalah keputusan terbaik. Maka Musa, silakanlah pergi dengan perempuan Barbie itu.
Membayangkan si Barbie generation yang hanya memikirkan cat rambut, kuteks, make up, obat pemutih, dan gossip murahan dengan menggunakan kata sapaan Ay/Beb/lainnya ketika sedang berkumpul dengan sesama Barbie, sepertinya aku bisa tertawa miris dan terlalu lelah tak habis pikir. Bahwa ada orang yang tidak perlu berbuat banyak untuk mendapatkan kebahagiaan. Mereka mendapatkan jalan pintas bebas hambatan menuju apa yang mereka inginkan, ketika orang lain harus menempuh jalanan terjal memutar.
***
Begitu terbangun pukul 11 pagi, aku segera duduk di depan laptop. Menyambungkan koneksi internet sambil menyalakan sebatang rokok. "Inilah enaknya hidup sendiri," batinku sambil tetap menyesap rokok. Dua pekan di sini, aku sama sekali belum melihat pemilik kamar-kamar yang selantai denganku. Inikah individualistis apartemen yang selalu kuharapkan? Halaman utama surelku menunjukkan satu pesan baru dan aku belum mau membukanya. Aku lebih tertarik membuka facebook dan melakukan guilty pleasure baruku.
…Melihat facebooknya Musa. Dag dig dug dag dig dug. Ini dia. Bagus! Sejak kapan Musa membuat status-status lembek. Dan, aww wall-wall cheapy-cheesy. Ditambah profile picture sun-sun pipi gitu. “Oh come on Musa! Gak bisa cari yang lebih baik untuk gantiin saya?” Rasanya aku ingin teriak ke telinganya. Ha-ha-ha. Kembali aku membatin. “Sensi banget. Berasa sendirinya udah bener aja.” Ayolah, better stop this bitter joke!
Toh pada akhirnya harus kita putuskan. Untukku, ini ibaratnya memilih antara menyerahkan diri sepenuhnya pada orang lain atau mengembangkan kepercayaan diri bahwa semuanya bisa dijalani. Time really is flying after all. Kita semakin tua, lebih baik berhenti membuang-buang waktu dengan orang yang belum tentu dapat menghargai kita.
Aku menutup halaman facebook bersamaan dengan menutup satu babak drama hidupku. Sepertinya semua sudah cukup. Selamat merajut istana impian, Barbie and Ken… Ups, Musa!
***
Pukul 1 siang aku sudah mandi dan bersiap mencari makan. Ada yang berjalan dan berdetak cepat di dadaku. Antara excitement luar biasa dan ketakutan yang mendera. Hari ini harus menjadi hari baru. Setelah seminggu lebih aku mendekam di kamar dan menguras dompet dengan makanan delivery service, kini aku yang akan bergerak sendiri menuju makan siang! Dompet sudah, handphone, kunci mobil. Sip. Aku menyemprotkan parfum, membuka pintu, dan, eh! Hampir tersandung.
Debaran jantungku kembali mengencang. Musa memberikan paket manis di depan pintu kamar apartemenku! Tidak mungkin! Ini pasti bukan Musa! Dia tidak pernah seromantis ini lagipula dia sudah punya Barbie. Yang benar saja! Aku mencoba menangkis harapan sebesar bola basket yang mulai menyesakkan dada.
….Ha-ha-ha. Ternyata memang tidak benar. Ini bukan Musa.
"Castangel paling enak di dunia ini tentunya tidak gratis, malam minggu nanti bila tak ada acara, makan malamlah di kamarku. sekadar membuktikan bahwa setidaknya ada lima kue kering lagi yang mungkin lebih enak dari castangelku,
salam hangat, Kamar 1502.”
Sebuah kejutan yang mengejutkan. Anehnya, setelah membaca secarik kertas itu aku tidak merasa kecewa walaupun itu bukan Musa. Aku selalu berpikir bahwa hidup di apartemen akan menyenangkan karena semuanya individualistis. Setelah dua pekan ini, diam-diam aku merasa kesepian.
Kutengok kamar 1502 di sebelahku dan ingin sekali kuketuk kamar itu. Tapi lebih baik ikuti aturan mainnya. Sampai jumpa malam minggu! Langkahku menuju makan siang lebih ringan dan aku merasa ion-ion positif dalam tubuhku sedang berreproduksi.***
(nikmati cerita dari seluruh penghuni Seguni Apartemen di sini)
Menjadi perempuan yang bekerja untuk kebutuhan dirinya, bisa jadi hal yang membanggakan. Apalagi jika pengetahuan dan daya nalarnya berada setidaknya tepat pada garis rata-rata. Tapi apa yang dicari dari semua itu? Hal tersebut mengusikku karena pembicaraan di yahoo messenger tadi siang. Habislah aku dibego-begoi seorang sarjana hukum yang baru beres yudisium dengan peringkat sangat memuaskan tapi sama sekali tidak tahu pasal apa saja yang dikenakan untuk menjerat Ariel.
Segelintir orang memang percaya bahwa pasangan yang mapan merupakan modal awal untuk menikah. Kira-kira, berapa perempuan rela meninggalkan pekerjaannya demi lelaki mapan yang sangat dicintai? Ahhh, jangan bilang aku sendirian yang bodoh di dunia ini. Ya, aku meninggalkan lelaki yang kucintai demi pekerjaanku yang masih dalam impian. Cih, ketika melafalkan kalimat tadi, aku baru sadar bahwa sepertinya aku adalah perempuan terbodoh di dunia! Untuk apa kulakukan itu, he? Sudah merasa hebat, apa?
Aku masih bermain dengan pikiran-pikiran sendiri ketika kuhempaskan tubuh ke atas kasur dan membenamkan kepalaku di bawah bantal. Sejauh aku membaca teenlit sebagai bahan reviewku untuk sebuah majalah remaja, beginilah cara si tokoh utama menangis. Aku ikuti saja. Lagipula malu jika terdengar kamar sebelah. Kemungkinannya dua, aku disebut uber-pathetic atau disangka makhluk beda dunia. Syukur-syukur dia sudah tidur. Beda dengan penghuni kamar seberang lift sana yang baru pulang sekitar pukul 04.00 sambil setengah mabuk dan menggenjreng gitar tak bernada.
“Kebahagiaan seperti apa sebenarnya yang kamu cari?” bisikku lirih. Bersamaan dengan air mata pertama yang turun malam ini.
Jika dipikir-pikir, mengapa aku bisa menolak lamaran Musa hanya karena ingin tetap bekerja setelah menikah nanti. Padahal Musa sang arsitek muda yang tergabung dengan Artsicraft Group dan punya banyak klien kakap pasti mampu membiayai kehidupanku lebih dari cukup. But still, the idea of being jobless in a life after wedding sama sekali tidak terlintas di pikiranku.
Di tengah kegulitaan kamar yang baru kutempati sejak dua pekan lalu, aku membuka laci terbawah lemari dan mengeluarkan sebuah foto.
Lekat-lekat, aku memandangi sosok yang dalam kegelapan seperti ini menjadi sedikit mirip Ariel Peterpan. Usiaku dan Musa terpaut lima tahun, dan aku kembali menyadari bahwa, ya, aku memang masih muda walaupun Musa sudah dipenghujung kepala dua. Aku belum mau menikah. Aku… aku yakin berpisah adalah keputusan terbaik. Maka Musa, silakanlah pergi dengan perempuan Barbie itu.
Membayangkan si Barbie generation yang hanya memikirkan cat rambut, kuteks, make up, obat pemutih, dan gossip murahan dengan menggunakan kata sapaan Ay/Beb/lainnya ketika sedang berkumpul dengan sesama Barbie, sepertinya aku bisa tertawa miris dan terlalu lelah tak habis pikir. Bahwa ada orang yang tidak perlu berbuat banyak untuk mendapatkan kebahagiaan. Mereka mendapatkan jalan pintas bebas hambatan menuju apa yang mereka inginkan, ketika orang lain harus menempuh jalanan terjal memutar.
***
Begitu terbangun pukul 11 pagi, aku segera duduk di depan laptop. Menyambungkan koneksi internet sambil menyalakan sebatang rokok. "Inilah enaknya hidup sendiri," batinku sambil tetap menyesap rokok. Dua pekan di sini, aku sama sekali belum melihat pemilik kamar-kamar yang selantai denganku. Inikah individualistis apartemen yang selalu kuharapkan? Halaman utama surelku menunjukkan satu pesan baru dan aku belum mau membukanya. Aku lebih tertarik membuka facebook dan melakukan guilty pleasure baruku.
…Melihat facebooknya Musa. Dag dig dug dag dig dug. Ini dia. Bagus! Sejak kapan Musa membuat status-status lembek. Dan, aww wall-wall cheapy-cheesy. Ditambah profile picture sun-sun pipi gitu. “Oh come on Musa! Gak bisa cari yang lebih baik untuk gantiin saya?” Rasanya aku ingin teriak ke telinganya. Ha-ha-ha. Kembali aku membatin. “Sensi banget. Berasa sendirinya udah bener aja.” Ayolah, better stop this bitter joke!
Toh pada akhirnya harus kita putuskan. Untukku, ini ibaratnya memilih antara menyerahkan diri sepenuhnya pada orang lain atau mengembangkan kepercayaan diri bahwa semuanya bisa dijalani. Time really is flying after all. Kita semakin tua, lebih baik berhenti membuang-buang waktu dengan orang yang belum tentu dapat menghargai kita.
Aku menutup halaman facebook bersamaan dengan menutup satu babak drama hidupku. Sepertinya semua sudah cukup. Selamat merajut istana impian, Barbie and Ken… Ups, Musa!
***
Pukul 1 siang aku sudah mandi dan bersiap mencari makan. Ada yang berjalan dan berdetak cepat di dadaku. Antara excitement luar biasa dan ketakutan yang mendera. Hari ini harus menjadi hari baru. Setelah seminggu lebih aku mendekam di kamar dan menguras dompet dengan makanan delivery service, kini aku yang akan bergerak sendiri menuju makan siang! Dompet sudah, handphone, kunci mobil. Sip. Aku menyemprotkan parfum, membuka pintu, dan, eh! Hampir tersandung.
Debaran jantungku kembali mengencang. Musa memberikan paket manis di depan pintu kamar apartemenku! Tidak mungkin! Ini pasti bukan Musa! Dia tidak pernah seromantis ini lagipula dia sudah punya Barbie. Yang benar saja! Aku mencoba menangkis harapan sebesar bola basket yang mulai menyesakkan dada.
….Ha-ha-ha. Ternyata memang tidak benar. Ini bukan Musa.
"Castangel paling enak di dunia ini tentunya tidak gratis, malam minggu nanti bila tak ada acara, makan malamlah di kamarku. sekadar membuktikan bahwa setidaknya ada lima kue kering lagi yang mungkin lebih enak dari castangelku,
salam hangat, Kamar 1502.”
Sebuah kejutan yang mengejutkan. Anehnya, setelah membaca secarik kertas itu aku tidak merasa kecewa walaupun itu bukan Musa. Aku selalu berpikir bahwa hidup di apartemen akan menyenangkan karena semuanya individualistis. Setelah dua pekan ini, diam-diam aku merasa kesepian.
Kutengok kamar 1502 di sebelahku dan ingin sekali kuketuk kamar itu. Tapi lebih baik ikuti aturan mainnya. Sampai jumpa malam minggu! Langkahku menuju makan siang lebih ringan dan aku merasa ion-ion positif dalam tubuhku sedang berreproduksi.***
(nikmati cerita dari seluruh penghuni Seguni Apartemen di sini)
Nel, btw baru kepikiran. ini mah cewe bgt ya, stalking fb mantan dan pacarnya barunya! hahahaa
ReplyDelete