Monday, 19 July 2010

the tightest circle in our lives

Di sela-sela kegiatan menyetir sepulang beraktivitas, di antara antrian panjang mobil di setiap perempatan, saya terbiasa dengan ketukan-ketukan familiar yang tiba-tiba hinggap di kepala saya. Suatu pemandangan mengakibatkan sebuah pandangan subjektif yang kemudian dikaitkan dengan pengalaman lain sehingga menimbulkan suatu pemikiran.

Salah satunya, konsepsi mengenai keluarga.

Saya adalah salah satu manusia yang sulit membendung haru ketika melihat adegan tentang hubungan sebuah keluarga di film maupun novel. Film terakhir yang bikin saya trenyuh adalah "3 Hati 2 Dunia 1 Cinta", ketika sang ayah berkorban untuk merelakan anaknya memilih apa yang diinginkan. Sementara buku terakhir adalah "9 dari Nadira" dari Laila S. Chudori yang memang bercerita tentang rumitnya sebuah keluarga dengan intrik kakak dan adik.

Bukan karena keluarga saya tidak sempurna, justru karena saya selalu kesulitan untuk menunjukkan rasa terima kasih atas kesempurnaan keluarga yang saya miliki. Sulit menyampaikan perasaan sayang, permintaan maaf, ungkapan terima kasih. Kenapa, ya?

But I always hope they know how much I love them, how thankfull I am, without saying it upfront.

*ditulis di sela-sela macet beberapa hari lalu

2 comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...