Tuesday, 16 November 2010

when the red lights on

Berulangkali aku katakan, aku menghabiskan perjalanan malamku dengan begitu menyenangkan. Menyetir sendiri di jalanan kota Bandung malam hari yang kian melengang. Mendengarkan lagu yang dapat mengubah mood semudah membalikan telapak tangan. Seolah tanganku sudah hafal jalanan menuju rumah, aku membebaskan isi kepala berkelana dan menciptakan sebuah imaji yang terlalu sayang untuk dilewatkan.

But all of that was vanished along with.... nevermind. How can you get the same peace as i describe above, when the streets exposes you to a disaster, fear, or anxiety which is too massive to be handled?

***

Tadi sore, saya membelah jalanan Kota Bandung untuk bertemu teman lama. Saya memperhatikannya terlalu lekat, terlalu dalam, sampai saya sadari ada gemuruh yang berbeda. Untill I found a traffic lights.

via (ache)

Lampu kuning beranjak merah, pandangan mata saya mulai menebar ke segala arah. Jalanan ini, adalah jalanan kami semua. Jalanan bersama yang dilalui beribu orang setiap harinya demi mencapai tempat tujuan. Jalan raya yang diakses banyak orang, yang kini terasa menakutkan. Angkot berhenti seenaknya, motor berjalan zig-zag membelah antrian sambil mengetes kesabaran, suara knalpot yang bikin pengang padahal mungkin orang yang mengendarainya berpikir “Gue keren gila pake knalpot gini!”

Ditambah pemberitaan tentang maraknya kelompok anak muda tertentu yang suka melayangkan kepal tangannya ke sembarang arah. Mengakibatkan seorang siswa harus kehilangan salah satu panca indera. Salah siapa jika jalanan kian menyeramkan? Jika kamu tak lagi merasa aman karena tingkat kriminalitas di jalanan yang kian menanjak tajam?


Selain dari segi kecerobohan korban dan ketegaan tingkat dewa pelaku, sepertinya patroli polisi pun punya peran yang sangat penting untuk mengurangi “street crime”, terutama di kawasan-kawasan yang dinilai rawan. Ya setidaknya bisa membentuk perasaan aman pengguna jalan. Gitu juga dengan lampu jalanan yang banyakan matinya daripada nyala.

Satu hal yang gak kalah penting, adalah penegakan hukum terhadap pelaku kejahatan pascapenangkapan.
Ratusan anggota sebuah kelompok yang ditangkap di tengah Kota Bandung beberapa waktu lalu, sekadar “dipermalukan” bersama-sama mungkin malah jadi bagian dari pembentukan rasa “kebersamaan” mereka. Dianggap seru-seruan, karena pake boxer di tengah kota mungkin gak ada apa-apanya dibanding “ujian-ujian” dengan cara yang telah mereka lalui.

***

Aku, rasanya sudah muak. Apa ya yang ada di pikiran mereka-mereka itu yang suka melayangkan emosinya ke segala arah..Melayani nafsunya dan membuat orang lain merugi tanpa mereka merasa bersalah. Oke, ketakutanku mulai berlebihan. Dan itu tadi pertanyaan retoris yang tak butuh jawaban. Toh seresah apapun, jalanan itu harus tetap dilewati. Kali ini, dengan ekstra hati-hati.

And red light turn green. GO.

2 comments:

  1. bagus banget sih tulisannya. pengen bisa kaya gitu, susah juga ya

    ReplyDelete
  2. Wah, makasih. Pasti bisa lah, sering-sering berlatih :)

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...