Whatever will be, will be
The future’s not ours to see
Que sera, sera. What will be, will be.
Dua belas tahun yang lalu, ketika tahun terakhir di tingkat sekolah dasar, saya belajar lagu itu di kelas Bahasa inggris. Siapa sangka baru sekarang lagu itu menjadi senandung yang sering saya lafalkan dalam hati.The future’s not ours to see
Que sera, sera. What will be, will be.
* * *
Ada sebuah kegagalan yang baru terjadi dan itu memukul saya. Pertama karena saya merasa usaha saya tidak setengah-setengah dalam menggapainya, kedua karena saya merasa mengecewakan orang-orang di sekitar saya. Ada pihak-pihak yang selalu meluangkan waktunya untuk membantu saya, pihak lain tidak sabar menanti hasil dari perjuangan saya. Bayangan itu, berkelebat pekat di pikiran saya ketika saya menelan kegagalan ini.
But. Looking backwards, i just realized that I must get acquainted with failure. I forget the last time I had a major failure. Sejak SD, saya merasa segalanya bisa dijalani dengan mudah. Masuk kelas unggulan, masuk SMP terfavorit karena NEM jauh di atas rata-rata, lalu meskipun tidak masuk SMA terbaik di kota saya, setidaknya peringkat SMA saya masih terbaik ke-5 di tingkat kota. Lalu saya masuk universitas yang memang sesuai keinginan saya dan memilih jurusan yang saya minati.
Sampai akhirnya belakangan ada pihak yang menyayangkan, kenapa saya mesti memilih jurusan yang memiliki jumlah PKL dan SKS lebih banyak. Saya bilang, ini passion. Saya memilih melakukan yang saya minati. Cause wise man said, if you enjoy your job, it would be fun. but if not, it’ll feels like slavery.
Saya ditawari bekerja di suatu tempat dan bersyukur karena bisa menjalaninya dengan baik. Seseorang meminta, pilihlah pekerjaan yang “normal-normal” saja. Pekerjaan yang memiliki waktu kerja tetap, tanpa harus tiba-tiba meliput suatu acara di malam hari. Saya meminta pengertian beliau karena, ini passion.
Lalu saya sadar bahwa passion tidak selalu bisa diandalkan, karena untuk beberapa hal, bukan passion yang dibutuhkan. Melainkan bagaimana kita melihat selera seseorang yang memiliki andil “menentukan” kehidupan saya di tahap selanjutanya.
Karena seringkali, kewajiban dan minat kita berada di dua kutub yang sama. Tolak-menolak.
So how about all the beauties in your dreams? Que sera, sera.
* * *
I heard pessimism in my words like you do. Till i finally remember what he said, meskipun roda berputar, toh tetap kita yang mengayuh pedalnya. YOSH!