Friday 31 December 2010

2010


“Maybe I'll keep my real resolutions in my heart. Only me and God will laugh if I fail pursue them in the end of 2011.”


That was I said in twitter this afternoon. Seperti tahun-tahun sebelumnya, saya lebih suka menulis apa saja yang saya alami di tahun yang telah dilewati. Semacam bersyukur dan mendokumentasikan waktu. Soal resolusi atau harapan? Biarlah saya dan Tuhan saja yang tahu. Agar kelak, di penghujung tahun, saya dapat berbagi senyum kemenangan atau kegetiran bersama-Nya.

So this is the things I could remember in 2010 :

  1. Tuan Rusa and I started 2010 by making video clips for "Cinta Itu Sengit", a song from Cholil ERK. Not the official video clip, we're just doing it for fun.
  2. Resign from previous job that less appropriate in the early years and now alhamdulillah just had three enjoyable jobs. Two as a journalist and other as a social media handler.
  3. Vertical relationship that seems satisfactory enough
  4. Anniversary and other pleasant romance with Tuan Rusa. Too many to tell. I am happy to keep it just for us :)
  5. Almost duped millions of Indonesian Rupiahs. Modus : accidents of family members. Errr I'm being somewhat paranoid for months.
  6. Bought myself gadgets with my own sweat.
  7. Being robbed. He took my mobile phone, wallet, identification cards, and favorite bag. Worst experiences in 2010 but got a lot of lessons. And also the prestigious title : S.Ikh (Sarjana Ikhlas). HAHA.
  8. Travel job to Thailand. Writing about cultural festival.
  9. Camera Obscura, Kings of Convenience, Jens Lekman, and Smashing Pumpkins Concert! Also interviewing Jens Lekman for this.
  10. Got a very cutie niece that I can tickle every time right in his tummy!
I fell in love with myself when i underwent 2010. Many achievements come beyond estimates. Oh hopefully next year could be deeper! Well, that’s what I remember. Since I was weak against the memory recall, please kindly allow me to add it at any time :)

So, what's yours?

2010 : It's so hard to let you go
2011 : I'm ready whenever something
really special might come

1/1/11 - 2:13

Saturday 18 December 2010

Failure


Jadi, dengan berat hati dan sangat menyesal, saya mengaku gagal dalam misi #30harimenulis. Kenapa? Sudah 4 hari terlewati dengan postingan yang nihil. Huhu.

Saya rasa sebaiknya tidak perlu banyak beralasan, karena jatuhnya akan jadi pembenaran. Kecewa sih karena saya gagal tepat di setengah jalan. Pengen rasanya bikin surat dokter buat dapet dispensasi. Tapi ya sudahlah.

Setelah mengikuti misi ini, saya berteori. Bahwa menulis itu memang bisa terganggu oleh jadwal yang padat, tapi bukan oleh mood yang tersendat. Karena sebenarnya sangat bisa dipaksakan. Cari ide penulisan juga sebenernya mudah. Banyak yang bisa diangkat, baik dari kehidupan masa kini, masa lalu, atau masa depan.


Mari bijaksana menghadapi kegagalan. Intinya, selalu ada pembelajaran dari setiap hal yang dikerjakan. Semoga semangat menulis tidak hilang setelah misi ini gagal :p Terima kasih @maradilla telah memperkenalkan #30harimenulis dan membuat saya menorehkan sejarah. Menulis 14 hari berturut-turut!

Dengan berat hati, Dil... maafin saya belum berhasil :)
*lambai-lambai bendera putih*

Failure is always the best way to learn
Retracing your steps until you know
Have no fear your wounds will heal

(Failure - Kings of Convenience
)

Wednesday 15 December 2010

#14 Vita Luna!

Well you need a blue sky holiday
The point is they laugh at what you say
And I don't need no carryin' on..
You had a bad day!

(Daniel Powter)

Pagi ini dimulai dengan jadwal liputan yang gagal. Kegagalan liputan berakhir dengan nonton Narnia. Bukan, saya bukan mau mereview filmnya. Baiklah, saya teruskan. Setelah menonton kemudian potong rambut, dan makan di salah satu tempat favorit dengan tema pembicaraan skripsi. Sampailah semangat saya meletup-letup. Ada keyakinan dan semangat buat bisa beresin secepatnya. Nice.


Lalu sampai rumah dan mendapat kabar yang dengan suksesnya mendistraksi.

Kenapa mudah sekali terdistraksi, ya? Menumbuhkan semangat itu susah, tapi mematahkannya terlalu mudah. Kadang niat yang susah-susah dibuat, rencana yang demikian apik diatur, harus berantakan gara-gara hal sepele yang harusnya disentil dikit doang bisa K.O. Haha.


Niat menghibur diri, twitter diharapkan jadi sarana eskapisme lagi. Bersiap dihibur. Namun ternyata masyarakat twitter juga butuh hal yang sama. Melepaskan kekesalan lewat 140 karakter dan membutuhkan teman yang bisa mengerti. Kawan yang terjebak macet parah saat bubaran kantor di ibu kota, yang sudah enek menghirup timbal setiap hari, teman lainnya yang masih magang ditinggal sendiri di kantor sementara pegawai lain pulang, lalu yang harus menghabiskan waktu 2 jam untuk bolak-balik Tebet-Sudirman saking penuhnya KRL, yang belum juga mendapat panggilan kerjaan sesuai yang diimpikan. Akh.


VITA LUNA!

Crazy Life!

Photo via (ache)

Monday 13 December 2010

#13 Her December

You take a big leap, dear...

Fly away to Newcastle at the time you reach your new life. You left us for a while, but i do hope you reach those "happiness" forever.


One thing that i know for sure, no matter the snow becoming thickened in that wintry weather, You, over there, don't need any liquor to build a warmth in your body, don't you? Cause i can see you already have an odd warm feeling, united with the heartbeat that absorb thoroughly :">


This December is your favor, dear. This thirteen December truly yours.
Stay bold. Stay being a different color so i can easily recognize you. My gorgeous Kania!

Happy birthday, happy holiday, happy graduate, and happy with your new phase of life! :* :*

Terburu-buru,
keburu lewat tanggal 13 di GMT+7 :|

Sunday 12 December 2010

#12 eskapisme

Apakah kita terlalu tua untuk bersenang-senang?

Tidak.


Maka biarlah saja. Izinkan aku menanggalkan semua kewajibanku dan meraup sejuta kebebasan tak bertanggungjawab. Biarkan aku pergi kemanapun tanpa dikejar segala tenggat waktu. Anggap saja bukan suatu masalah pelik ketika aku mematikan telfon genggam dan enggan mengecek surat eletronik.


Kemasi barangmu tak perlu lama. Hari ini aku ingin ke pantai! Terserah jika minggu depan kau mengajakku nikmati Yogyakarta yang berparade, atau kau paksa aku taklukan Tanjakan Setan di Gunung Gede. Tapi temaniku dulu berdiri di atas pasir, hirup aroma lembab berlatar suara ombak. Menunggu sunset. Melempar pandangan sampai terantuk awan berarak. Lakukan, lakukan apa pun yang kau mau! Kecuali satu hal....


Jangan sekali-kali ingatkan aku tentang skripsi. Pun kewajiban-kewajiban lain yang harus ku urusi. Mari berpura-pura menjadi seorang sarjana yang sedang menungu panggilan beasiswa. Kita punya banyak waktu! Kita jelajahi dulu negara ini sambil menunggu tawaran menarik berwisata ke Praha.


Ya, Praha! Berlarian nanti kita di Old Town City Hall sambil berpegangan tangan. Menunggu kita di dekat Prague Astronomical Clock. Tunggu ia berdentang hingga patung Apostles Yunani berputar bergantian.


(via ache)

Lekas! Kita harus bergegas!


Sebelum seseorang meniupkan dandelion dan membuat biji-bijinya buyar. Buyar seiring khayalanku yang terbang terburai. Sampai aku terbangun dan gelisah. Sampai sesuatu memacu detak jantung dan lainnya memberi perintah;


“Hari ini, hubungi ia di sini, kerjakan ini dan buat jadi begini, lalu cek email pagi ini. Oh dan jangan lupa, kakimu masih tersangkut juga di universitas itu.”


Hei!! Siapa suruh bangunkanku terlalu pagi?

#11 kandang tuan rusa

“I fear three newspapers than a thousand of bayonets.”
Napoleon Bonaparte

Tulisan itulah yang akan mengucapkan “Selamat datang” padamu, sebelum kau terus melangkah masuk ke "kandang"-nya. Tulisan itu ditulis di atas karton biru, dengan ornamen dasar kertas koran entah edisi kapan. Kemudian kau harus membalas sapaan dari tumpukan tinggi berbagai koran yang ditata rapi. Terlampau rapi. Lalu tengok juga tumpukan buku fiksi dan non fiksi, majalah Tempo, Playboy, Total Film dengan edisi lengkap, sampai zine yang ia buat sendiri. Pasti akan memancing tanganmu menelusur rak-rak buku dan memilihnya untuk menemanimu di ruangan itu. Mereka lah yang pertama kali menarik perhatianku. Yang menyita waktuku di kamarnya, sambil mendengarkan sesayup lagu dari music playernya.

Kecuali kau menyukai film, mungkin kau akan bertanya dimana ia letakan koleksi-koleksi filmnya. Tentu dengan senang hati ia akan tunjukan, mulai dari film umum, film langka, hingga koleksi film yang ia simpan di dasar tumpukan kotak sepatu di sudut ruangan. Kemudian kau juga boleh meminta ia memasang proyektor untuk ditembakan ke dinding kamarnya yang bercat marun.

Sementara kau sibuk memperhatikan dan membuat berantakan barang-barang di kamarnya, ia cukup mengamatimu sambil memangku gitar. Untuk hal ini, jangan kau usik. Biarkan ia memilih menyanyikan lagu yang ia suka.

Tuan Rusa. Sebutlah begitu. Dia senang bercerita dengan segala retorika. Menceritakan pengalamannya bertualang ke suatu tempat yang belum pernah aku kunjungi, pun menceritakan petualangannya mencari makna pada suatu tulisan yang belum pernah aku baca. Ia tidak akan menunjukkan perhatiannya dengan memberi bunga yang dapat layu dalam beberapa malam.

He loves to surprise you by coming down and bring something you need the most.

Lesson from me; don’t ask what he was carrying. Let it remain as a surprise.

Thursday 9 December 2010

#10 Licentia Poetica

Kenalkan, ia adalah Licentia Poetica.
Padanya kami berlindung, dari segala aturan tata bahasa.

Jika wartawan butuh atribut kartu pers untuk mendapat keistimewaan, para sastrawan cukup mengenal istilah ini saja. Aku perkenalkan kau padanya, untuk membebaskanmu dari aturan yang kadang membelenggu.
***

Licentia Poetica


Saya mengenalnya ketika membaca blog milik tuan rusa beberapa tahun lalu. Sebelumnya, selalu ada rasa gemas ketika saya sedang menulis blog dan harus menempatkan tanda baca sesuai kaidah tata bahasa. Padahal untuk menyusun rima dan intonasi, kadang dibutuhkan penggunaan tanda baca di luar pakem EYD untuk mencapai penggambaran yang diinginkan.

Kemudian datanglah ia, sang Licentia Poetica, yang membenarkan pelanggaran-pelanggaran aturan dalam penulisan sastra. Ia datang menjadi pembela atas kemerduan bunyi, keselarasan sajak, dan keseimbangan irama yang dapat menciptakan suatu fatamorgana.

Licentia Poetica hadir dalam bentuk artistic license, yang memberikan perlindungan pada para sastrawan untuk menerjang kaidah tata bahasa demi mendapatkan efek yang diinginkan. Gunakan saja kata “dan”, “tapi”, atau “yang” di awal kalimat. Tidak ada yang akan mengurangi nilaimu jika kata-kata tersebut disimpan setelah titik. Atau gunakan saja koma sebanyak-banyanya, pada setiap akhir kata, untuk menyampaikan pesan yang kau inginkan. Bagian terpenting adalah “rasa” yang diciptakan akan sampai.

Tapi tentu, bukan berarti bisa merusak gaya penulisan yang hakiki. Berlindung di bawah lisensi artistik ini beda cerita dengan berkubang dalam kenyamanan dan menutup mata dari EYD. Licentia Poetica bukan murni pembenaran untukmu mengobrak-abrik sistem penulisan yang sahih.

Maka berdansalah dengan padanan kata yang kau buat. Selami dan buat orang terpikat.

***

*PS : Silakan klik link ke blognya Tuan Rusa di atas, untuk dibuat terlena dalam sepucuk surat cinta tentang Licentia Poetica.

#9 the FABLE that FAILS

Saya ingat kemurungan saya ketika Arthur, kelinci kesekian yang saya pelihara, mati tanpa sebab. Mungkin ada sih sebabnya, tapi sesayang apapun saya sama kelinci, ternyata gak lantas bikin saya jadi ahli bahasa binatang. Haha.

Sejak dia mati, saya dilarang memelihara kelinci lagi. Karena track record saya sebagai penyayang binatang ternyata tidak begitu bagus di mata ibu. Pergilah Arthur menyusul Brenda, Franda, Anggodo, Jim, dan Lennon yang sudah meninggalkan saya duluan ke langit entah lapis berapa.
Di tengah kemurungan saya yang merasa begitu jahat pada kelinci-kelinci, seorang pendongeng datang (dengan niat) menghibur.

(via ache)

Kelak, ketika kau sedang dirapatkan untuk masuk ke surga atau neraka, kelinci-kelinci itu akan memberikan kau jalan yang lain. Anggodo, si ketua geng kelinci, akan bilang, “Tuhan memberi kami surga yang penuh wortel dan daun kangkung bernama gang kelinci. Tinggalah bersama kami!” Disusul ucapan Brenda si bungsu sekaligus anak bawang, “Iya, Ann. Biarkan kami membalas kebaikanmu di dunia!” Lalu kamu menjadi ratu dari geng kelinci. Disuplai semua makanan yang kau pinta.

“Makanan? Setelah kehidupan ini aku akan menghabiskan waktuku dengan tinggal bersama kelinci-kelinci dan makanan? Terus kamu dimana?" tanyaku, memotong tak terima.

“Sabar dong, belum selesai nih ceritanya! Hehe. Lalu kamu tanya kelinci-kelinci itu. Si lelaki itu dimana?”

Setelah para kelinci meretweet pesanmu, akhirnya mereka menemukan di surga mana aku berada.
Jim yang punya bakat jadi intel menjelaskan padamu, “karena semasa hidupnya lelaki itu sering memuliakan gadis-gadis Uzbek aduhai seperti kau memuliakan kami, maka diberikanlah surga yang tepat untuk mengganjar kebaikannya.” Ucapnya, sambil nyengir.

:| :| :| :| :| FAIL, story boy, fail!

***

Hahahaha! He indeed could be anything :p *geleng-geleng kepala*


benar-benar disarikan dari

omongan tuang rusa the story boy :|

Wednesday 8 December 2010

#8 Ketika Hujan

(via minebeyaz)

Apakah kau tentram di sana?


Aku masih menyayangkan keputusanmu untuk pergi dari kota ini. Jujur saja, aku tetap memiliki keyakinan, ada bagian dari kota ini yang sangat membutuhkanmu. Suatu hari nanti ketika rasa sakit hatimu pulih, cobalah tengok kemari. Tengok sejenak saja jika memang kau tak berencana kembali.

Seperti yang pernah kau katakan, kota ini semakin sesak. Kami para penduduk terlalu memikirkan masa kini. Tak mampir sepertinya ingatan bahwa kelak, anak cucu kami akan menetap dan membutuhkan banyak hal dari sini. Kami terlalu arogan, terlalu lapar mata dan kalap menikmati sumber daya yang diberikan alam.

Sejak sore, bahkan sejak beberapa hari lalu, hujan deras mengguyur sebagian Kota dan Kabupaten Bandung. Tak usahlah kau tanya komentarku. Aku yang memang tidak suka hujan pasti semakin menggerutu. Ketika waktu beraktivitasku tertunda, persediaan celana panjang habis karena semua basah, ditambah cucian yang apek. Anak tetanggaku yang baru berumur 6 bulan, hampir seminggu kehilangan waktu berjemur. Pagi hari gerimis, mendung, atau hujan sekalian. Kami rindu sinar matahari.

Barusan di perjalanan pulang, aku melihat seorang ayah mengendarai motor di tengah hujan deras sambil memegangi anaknya yang masih balita. Tanpa jas hujan, tanpa alas kaki. Pun aku melihat, seorang ibu yang menggendong bayinya, kuyup terkena cipratan banjir dari kendaraan yang melintas. Kemudian bapak tua itu tak henti berusaha menyalakan motornya yang mogok akibat terendam banjir. Memilukan. Andai saja kau lihat.

Tak cukup di situ, luapan air menerjang permukiman saudara kami, penduduk Kecamatan Bale Endah, Dayeuh Kolot, dan Bojong Soang Kabupaten Bandung. Ratusan penduduk di daerah langganan banjir mengungsi, akibat hujan yang tak kunjung berhenti. Banjir sampai sedalam 2 meter ditambah endapan lumpur, menjadikan kegiatan belajar di beberapa sekolah keteteran. Banyak buku terseret entah kemana, ditambah meja bangku terendam dan jadi tak layak guna.

Apa kau kira mereka tidak merasa kecewa? Aku pikir mereka sama. Namun mereka menerima dan bertahan. Mengamati rumahnya dari kejauhan, berdoa, berupaya, dan berharap suatu hari akan ada perubahan. Perubahan, atau sebutlah keajaiban.

Sementara aku? Kau? Kita masih diberi kenyamanan. Mengenyahkan kisut keriput di bawah selimut. Memanjakan diri sembari menyeduh kopi.

Maka, kau, tak bisakah kembali? Aku mengerti. Sulit percaya bahwa akhirnya kau harus serahkan rumah peninggalan buyutmu itu. Peninggalan buyut kita. Menyerah pada kontraktor bengis dan membiarkan semua kenangan disulap akibat imbas modernisasi.

Tapi kenangan itu disimpan dalam hati.

Pulanglah. Aku, bagian kecil dari kota ini, semakin membutuhkanmu.

Tuesday 7 December 2010

#7 Tree Hugger dan Kareumbi




Kamu itu, terlalu banyak mendongak.

Haha. Salahkan saja keindahan yang selalu berada di atas dan menaungiku.

Bulan, pohon, lalu apa?

Bukankah akan lebih menyenangkan jika kau menemukannya sendiri?

Siang itu kami menggelar tikar. Berlindung dari tatapan matahari dengan bersembunyi di bawah rindang pepohonan. Kau yang rakus tak kunjung berhenti mengunyah, sedangkan aku dengan cerewet memunguti remah-remah. Berharap burung ikut menikmati santapan piknik sederhana di Minggu pagi yang cerah ini.

Lalu, ada apa dengan pohon? Apakah lagi-lagi kau tak memiliki alasan?

Monday 6 December 2010

#6 Secret Little Sin

So you do it, you like it, but you'll always do the denial and would never admit it?

O let’s join the club!

Stalking/lurking di situs-situs jejaring sosial bisa dibilang udah jadi kegiatan yang sepele. Gak ada kerjaan, liat-liat profile orang, foto-foto, lantas? Apa masalahnya? Si pelaku umumnya ngelakuin with no hard feelings. Sebatas liat aja, gak ada kepentingan di dalamnya. Kegiatan itu adalah salah satu guilty pleasure dia, kamu, pun saya, yang selalu ingin menjelajah dunia maya dengan informasi-informasi yang kita butuhkan.

Ada juga perasaan bersalah atau membego-begoi diri ketika kita masih melihat profile jejaring sosial si mantan atau gebetannya mantan. Tapi sayangnya susah membendung temtasi buat itu. Berselancar, search, membuka akun, dan ah! Akan merasa sangat kecewa ketika ternyata akunnya digembok! Haha. Lalu merasa bersalah, karena bagaimanapun, mampir di account mantan (kalo kita masih ada perasaan sama orangnya) kebanyakan berbuntut kesel dan misah-misuh sendiri. Apalagi tiba-tiba sang mantan merubah status menjadi “in a relationship”. ouch!

Ngomongin guilty pleasure, selalu menyenangkan dan tampak tak berujung buat saya. Ketika membahas dengan teman, jawabannya pasti macam-macam. Mulai dari makan mie tek-tek tengah malam, stalking mantan, bapak menejer band yang suka SNSD, anak hardcore yang playlist-nya penuh sama Bunga Citra Lestari, nikotin, alkohol, MSG, sinetron, drunk-dial, dan banyak lagi.


Seorang personel band rock and roll Bandung yang saya wawancara pernah ditembak pertanyaan seperti itu di akhir sesi tanya jawab. “What is your most guilty pleasure, recently?” Yang dijawab dengan sangat bijak namun bikin setengah gak percaya : “Kalau udah ngerasain pleasure-nya, kenapa mesti guilty?”

Man, are you really free from these issues? I don’t believe it. You certainly have at least one, don't you? Cause i keep way too much :p

Sunday 5 December 2010

#5 Do you share a password?


With boyfriend? I do. I do know his YM, facebook, multiply, blogspot passwords, and vice versa. Tapi bukan berarti tahu password lantas bebas ngobrak-ngabrik akun pacar.

Pasangan yang berantem atau putus gara-gara si anu log in ke akun pacarnya dan menemukan sebuah keganjilan kemudian jealousy membabi buta sebelum sempat konfirmasi? Itu banyak banget kejadian ya kayaknya?


Pernah, saya ditag sebuah foto di facebook. Isinya print screen message FB milik pacar temen saya sama selingkuhannya. Dan ya, pembobolan akun pribadi oleh temen saya itu dilakukan setelah mereka putus. O please lah teman. Mau sesakit apapun perasaanmu dikhianati orang tersayang, publish pengkhianatan itu facebook malah bikin kamu terlihat lebih pathetic. Pathetic karena diselingkuhi dan pathetic karena ketahuan masih mengandalkan jalan kotor buat membuktikan perselingkuhan itu. Double pathetic. Langsunglah saya pilih remove tag. That was their probs. Not mine.


Satu hal yang masih hangat adalah teman saya yang akun-akunnya dibuka sang mantan gak lama setelah mereka putus. Mungkin penasaran, karena alasan mereka putus tak bisa diterima. Ini bukan kali pertama si mantan suka buka-buka privacy temen saya. Dan kebetulan, aksi pembobolan paskaputus itu menghasilkan sebuah fakta yang membenarkan kecurigaannya. Ya, kecurigaan kamu terbukti. Lantas? Sepertinya gak akan merubah banyak hal.


Berbagi password dengan pacar? Gak ada salahnya. Tapi yang salah adalah ketika kamu insecure berlebihan. Melakukan hal-hal kecil namun konyol seperti mengaktifkan YM pacarmu dan ingin tahu siapa yang akan menyapa, lalu membalas sapaan dengan berpura-pura jadi si pacar. Atau membalas wall mantannya pacar di FB si pacar, membuka DM twitter, message archive YM, dan lainnya. Ayolah, sikapi bagi-bagi password itu dengan bijak. Bukan cuma pacar kamu yang malu kalo kamu hacking akun dia dengan hal-hal konyol kayak tadi. Karena yang paling malu itu harusnya kamu.


Hal yang sama berlaku buat inbox SMS. Dan ini bukan hanya ke pacar. Dulu, ada sekelompok teman saya yang melumrahkan diri membuka inbox SMS temennya. Buat saya itu bener-bener gak sopan. Kemudian mereka dengan enteng menyebut itu “Games SMS”. Jadilah, saya selalu paranoid berada di sekitar mereka. Semoga sekarang mereka bisa lebih dewasa :p


Kita emang seringkali menikmati bocornya informasi orang lain. Seperti isi wikileaks yang belakangan ini diburu dan diteliti banyak orang. Semua orang ingin tahu. Kita menikmati rahasia-rahasia orang yang bocor. Tapi kira-kira bagaimana dengan Megawati yang baru kena sentilan di Wikileaks? Mungkin gak bisa seringan kita menyikapi kelicinan website yang pernah dapet New Media Award dari majalah Economist ini.
Intinya, yang dirugikan pasti merasa gak terima. Yang melakukan, selalu berdalih bukti kebenaran. Sementara buat yang gak disentil, jadiin aja hiburan (kalo emang lucu).

So, try to place yourself in different positions, guys!
And feel the surprise.

Saturday 4 December 2010

#4 Tears For Affair

Shedding tears for affairs
I'm a funny little thing
I can tell you this for nothing
Affairs don't win

Can you handle one more dirty secret?
One more dirty night?
Is it true what they say?
Will it make us go blind?

(Tears For Affair – Camera Obscura)

Entah kenapa cerita-cerita FTV di salah satu stasiun televisi swasta Indonesia itu hampir selalu menarik. Padahal ceritanya itu-itu saja. Saya pernah menulis di twitter : pleasant place + hot guy + annoying girlfriend + summer fling = propitious formula for FTV.


Pergilah si lelaki ke sebuah kota yang menyenangkan. Di sana ia bertemu dengan seseorang, baik itu sama-sama tersesat, atau gadis desa, atau siapapun, dengan tanpa disengaja. Kadang awalnya mereka sebel-sebelan, terus tertarik, terus si pacar cowoknya tau dan jealous dan menunjukan sikap yang sangat gak simpatik, and in the end, kita bakal tau si pacar yang menyebalkan akan kena batunya karena si cowok bakal milih summer fling.


Dari sisi saya si penonton, jujur saja itu termasuk happy ending. Tapi pasti lain cerita buat si tokoh cewek menyebalkan itu. Gimana bisa sebuah perselingkuhan yang berhasil, dianggap sebagai happy ending? Hehe. Yes. Framing it is.


So, pernah terlibat love affair? Haha. Silakan masing-masing jawab saja di dalam hati. Apakah kamu berada di posisi orang yang selingkuh, diselingkuhi, atau selingkuhan. Masing-masing mungkin punya pembenaran sendiri untuk jalan yang diambilnya. Tapi saya, untuk saya berselingkuh itu terlalu risky karena saya tidak pandai berbohong. Saya selalu berpikir lebih baik jujur dan dimarahi daripada berbohong terus ketauan. Gondok soalnya. Haha.

One thing for sure for me, sebisa mungkin janganlah selalu mengalah pada perasaan dan terjebak dalam lingkarannya. Saya pernah menulis seperti ini dalam blog terdahulu:

Memang bukan salah kamu apabila kehadiran kamu yang baru kemarin sore ini membuat saya tertegun. Pun bukan salahmu bila ternyata kita berbicara dalam bahasa tubuh yang dapat dimengerti satu sama lain. Saya membiarkanmu, bukan berarti saya tidak mau berjuang. Bukan berarti pula saya kalah. Saya hanya mengetahui kodrat saya. Bukan, bukan kodrat sebagai perempuan yang selalu menunggu. Saya bukan penuntut hak dan kewajiban sebagai perempuan. Melainkan kodrat saya sebagai pendatang. Seperti yang telah saya ucapkan berulang-ulang, saya ingin memenangkanmu tanpa ada yang harus jadi korban.
Rasanya menyenangkan jika kita bisa berbahagia tanpa merebut kebahagiaan orang lain. Tapi tetep sih, we should know what is worth and what is not worth to fighting for. Asal pinter-pinter bikin pembenarannya. TETEP. Haha. Peace and cheers!

Friday 3 December 2010

#3 a lovely coin-shaped light

“Kenapa harus bulan?” dia bertanya. Dulu, dulu sekali.

“Memang kenapa kalau bulan?" Saya memilih menjadi menyebalkan dengan balik bertanya.

“Kenapa gak bintang? Bulan kan hanya memantulkan cahaya. Sinar utamanya dari bintang,” dia, memberondongku dengan begitu banyak pertanyaan.

Eh, cahaya bulan kan pantulan dari sinar matahari!”

“Iya, non. Matahari kan bintang, dia bintang terdekat dari bumi.”

“Oh! Wah, baru tahu. Hehe. Tapi tetep aja. Bulan.”


Itu kali pertama dia begitu banyak bertanya.


***

Saya menyukai bulan karena ia selalu hadir dalam saat-saat penting yang ingin saya ingat. Ada yang menggelitik setiap saya melihat penampakannya. Seperti saat saya melakukan perjalanan dari Bogor ke Bandung bersama seorang sahabat, candra Agustus 2007.

Saya dan dia menjadikan Kota Bogor sebagai wadah eskapisme selama dua bulan. Kota hujan dan angkot itu mengikat kami dalam cara yang tak biasa. Di Cipularang dalam perjalanan pulang, sebuah purnama yang terlampau besar dengan cahaya jingga kemerahan, membentang di hadapan. Minta dikejar! Itulah bulan yang paling indah. Menyambut saya dan dia menuju gerbang realita dan meninggalkan cerita yang telah diretas bersama.

Saya, begitu percaya bulan memberi banyak makna yang terlalu sulit untuk dibahasakan.

***

Awal bulan April 2009, beberapa minggu setelah tempo hari dia banyak bertanya, kami bertemu kembali. Tidak, kali ini dia tidak memaparkan kelebihan bintang daripada bulan. Mungkin dia menyerah karena saya tak kunjung memberi alasan. Kali ini pun, dia sudah terbiasa dengan kebiasaan saya mendongakan kepala ke arah langit sesekali. Sebentar saja. Memastikan sedang seperti apa penampakannya.

Mendongak, tak bergeming. Saya memberi isyarat lewat tangan. Lihat, lihat ke atas! Sebuah 'halo' besar mengelilingi bulan. Sangat Besar, bersih, dan tebal, tepat di atas kepala kami. Ya. Dia datang lagi. Pada sebuah momen yang sangat berarti.

Tanpa butuh banyak alasan, sekarang kamu pasti mengerti. Betapa bulan, selalu hadir dalam saat-saat yang selalu ingin saya ingat.


Thursday 2 December 2010

#2 achievement

Ada cerita yang menarik ketika saya meliput sebuah pameran siswa SMK se-Jawa Barat beberapa hari lalu. Pada dasarnya kreasi anak-anak SMK memang selalu memukau sih buat saya. Kadang saya merasa mereka mencuri “start” dari anak-anak SMA yang pada level tersebut umumnya masih bingung kelak mau jadi apa. Haha.

Kembali ke topik, di stand kemarin saya baru tau bahwa SMKN 3 Bogor punya Jurusan Kecantikan Rambut. Gila, bener-bener gak kepikiran ada pendidikan formal yang mendalami bidang ini. Salah satu pelajaran favorit jurusan ini adalah “Up Style” yaitu praktek kreasi tatanan rambut. Dari pelajaran tersebut, berangkatlah seorang siswa bernama Juli ke Kanada dengan bekal beasiswa.

Kemudian minggu sebelumnya saya meliput tim basket SMAN 9 Bandung. They’re top notch. Salah satu siswinya, berangkat ke Amerika untuk menonton pertandingan NBA karena prestasinya di bidang basket.


See? Achievement not only can be achieved from the field of exact sciences or a job that seemed convincing! Siapa sangka seseorang bisa mendapat privilege seperti itu lewat bermain basket atau menata wig?

Benar, kadar kesuksesan orang memang berbeda-beda. Tapi saya yakin pekerjaan apapun, asal dijalani dengan benar-benar nyaman dan sepenuh hati, bisa membuat seseorang melakukan pencapaian tinggi. Ya kayak dua orang di atas. Mereka memilih jalur yang benar-benar mereka suka dan membuktikan keseriusannya lewat prestasi luar biasa.

via (icanread)

Jadi pertanyaannya, sudahkah kita merintis masa depan sesuai dengan bidang yang kita inginkan? :)

Wednesday 1 December 2010

#1 The Pilot : the first key is to write

You must write your first draft with your heart. You rewrite with your head. The first key to writing is to write, not to think
- William Forrester dalam Film “Finding Forrester”

Sering saya blogwalking dan menemukan tulisan-tulisan yang inspiratif. Bicara politik, budaya, gejala sosial, ekonomi, hukum, budaya pop, dan lainnya dengan gak dangkal. Atau mereka yang bisa merepresentasikan kegamangan hidup dan memutar mood pembaca hingga terlarut dalam akrobat kata yang dirangkai.

Sementara saya ngerasa masih gini-gini aja. Ngeblog cuma buat mimpi, curhat, galau-galauan. Padahal buat nambah referensi tulisan, aksesnya gak terlalu sulit juga. Btork tiap edisi Majalah Tempo selalu beli, tapi palingan saya buka-buka dan baca yang saya suka doang. Itu pun dikit. Akses lain, internet. Internet kurang lengkap apa sih padahal? Oh, susah sekali kayanya mengupgrade diri sendiri.

Walaupun nulis makin terasa sulit, tapi sebenernya keinginan tetep tinggi. Ceritanya buat mancing nafsu nulis, beberapa kali saya bikin proyekan. Proyekan bikin blog baru di sini (sebelumnya pake multiply), proyekan ngeblog bareng temen-temen, proyekan ina-ini-itu. Ujung-ujungnya stuck lagi. Sekarang mendingan sih, sebulan dapet deh 5 posting.

via (ache)

Dulu saya bilang akan menulis (di blog) jika saya ingin. Tentang hal apapun dan tanpa paksaan. Kemudian bosan dan ingin menulis yang dapat bermanfaat. Eh ternyata mikir bagaimana cara membuat tulisan berguna buat orang itu malah menyurutkan hasrat posting. Dari situlah blog saya hiatus. Hasrat nulis tetap ada, tapi enggan diposting karena mikirnya.... Gak penting.

Kemudian lewatlah bisikan William Forrester kepada Jamal Wallace di Film “Finding Forrester” ke telinga saya. Mulailah menulis. Jangan berpikir. Berpikir itu nanti saja. Yang penting menulis.

Benar juga. Jadi saya coba tantangan yang sebenernya sejak berbulan-bulan lalu seliweran di timeline twitter saya. @maradilla adalah salah seorang penggagasnya. Dari beberapa bulan kemarin, kerap kali saya mikir buat ikutan misi #30harimenulis dan sedetik kemudian geleng-geleng kepala. Gak mungkin, ah. Di tengah deadline ina-ini-itu termasuk the deadly deadline : Skripsi. Tapi toh banyak orang hebat yang pasti lebih sibuk dari saya, berhasil menamatkan misi ini.

Kemudian makin sini makin penasaran. Sejauh apa saya bisa komit di sini. Mau gak mau sih ujung-ujungnya harus dianggap deadline beneran. Anggap aja tiap jam 12 malem #30harimenulis ini harus naik cetak.

So, yes it’s a dare. Kita lihat seberapa lama saya bertahan :D

Tuesday 16 November 2010

when the red lights on

Berulangkali aku katakan, aku menghabiskan perjalanan malamku dengan begitu menyenangkan. Menyetir sendiri di jalanan kota Bandung malam hari yang kian melengang. Mendengarkan lagu yang dapat mengubah mood semudah membalikan telapak tangan. Seolah tanganku sudah hafal jalanan menuju rumah, aku membebaskan isi kepala berkelana dan menciptakan sebuah imaji yang terlalu sayang untuk dilewatkan.

But all of that was vanished along with.... nevermind. How can you get the same peace as i describe above, when the streets exposes you to a disaster, fear, or anxiety which is too massive to be handled?

***

Tadi sore, saya membelah jalanan Kota Bandung untuk bertemu teman lama. Saya memperhatikannya terlalu lekat, terlalu dalam, sampai saya sadari ada gemuruh yang berbeda. Untill I found a traffic lights.

via (ache)

Lampu kuning beranjak merah, pandangan mata saya mulai menebar ke segala arah. Jalanan ini, adalah jalanan kami semua. Jalanan bersama yang dilalui beribu orang setiap harinya demi mencapai tempat tujuan. Jalan raya yang diakses banyak orang, yang kini terasa menakutkan. Angkot berhenti seenaknya, motor berjalan zig-zag membelah antrian sambil mengetes kesabaran, suara knalpot yang bikin pengang padahal mungkin orang yang mengendarainya berpikir “Gue keren gila pake knalpot gini!”

Ditambah pemberitaan tentang maraknya kelompok anak muda tertentu yang suka melayangkan kepal tangannya ke sembarang arah. Mengakibatkan seorang siswa harus kehilangan salah satu panca indera. Salah siapa jika jalanan kian menyeramkan? Jika kamu tak lagi merasa aman karena tingkat kriminalitas di jalanan yang kian menanjak tajam?


Selain dari segi kecerobohan korban dan ketegaan tingkat dewa pelaku, sepertinya patroli polisi pun punya peran yang sangat penting untuk mengurangi “street crime”, terutama di kawasan-kawasan yang dinilai rawan. Ya setidaknya bisa membentuk perasaan aman pengguna jalan. Gitu juga dengan lampu jalanan yang banyakan matinya daripada nyala.

Satu hal yang gak kalah penting, adalah penegakan hukum terhadap pelaku kejahatan pascapenangkapan.
Ratusan anggota sebuah kelompok yang ditangkap di tengah Kota Bandung beberapa waktu lalu, sekadar “dipermalukan” bersama-sama mungkin malah jadi bagian dari pembentukan rasa “kebersamaan” mereka. Dianggap seru-seruan, karena pake boxer di tengah kota mungkin gak ada apa-apanya dibanding “ujian-ujian” dengan cara yang telah mereka lalui.

***

Aku, rasanya sudah muak. Apa ya yang ada di pikiran mereka-mereka itu yang suka melayangkan emosinya ke segala arah..Melayani nafsunya dan membuat orang lain merugi tanpa mereka merasa bersalah. Oke, ketakutanku mulai berlebihan. Dan itu tadi pertanyaan retoris yang tak butuh jawaban. Toh seresah apapun, jalanan itu harus tetap dilewati. Kali ini, dengan ekstra hati-hati.

And red light turn green. GO.

Sunday 14 November 2010

quotes of the day!

Yang ngotot memperjuangkan apa yang kamu mau, yang punya semangat hidup. Sedangkan aku, semuanya datang terlalu mudah. Semuanya begitu terencana. Aku tak sempat bermimpi, tak sempat merasakan perjuangan yang memberi arti buat hidup!

---Jonas, dalam Buku "Cruise on You"

Saturday 23 October 2010

sesuatu datang, lainnya hilang.

Tahukah kau bahwa aku merasa gamang ketika kau menyiratkan sebuah cahaya remang?

(via ache )

Saya tahu, setiap kedatangan akan disikapi dengan sebaliknya oleh hal yang lain. But in this case, saya tidak ingin yang satu hilang. Karena orang bilang, jangan memuskilkan rezeki yang datang padamu. Sama halnya dengan anjuran untuk tidak menyia-nyiakan kepercayaan yang didapat. Namun kadang, hal-hal itu dapat mengaburkan kewajibanmu di hal yang lain.

Telah saya katakan bahwa saya sedang merasa gamang. Ada ketakutan-ketakutan yang pada akhirnya saya hadapi dengan menutup telinga. Yea I know that was totally wrong but my careless side worked toooo strong and too bad in this condition :(
Keberuntungan ini, pada akhirnya mendatangkan kepuasan bersama dengan kegamangan.

Ternyata keberuntungan yang berlebih juga bisa mencelakaimu.
Dan inilah cobaan sebenarnya. Menjaga agar hal terpenting itu, tidak akan pergi bersamaan dengan keberuntungan yang saya dapat.

... Saya mengepak semangat sambil menghela nafas yang terasa berat untuk kesekian kali. Tolong, yakinkan saya untuk bisa mengejar titik habis itu.

Tuesday 19 October 2010

it's your day!

19 Oktober, bisa berisi lagu yang terkesan menyedihkan. Atau peristiwa tabrakan kereta api di kawasan Bintaro 23 tahun silam. Tapi untukku, 19 Oktober 2010 adalah saat yang penting dimana ia terus bermetamorfosa ke jenjang selanjutnya, tepat saat usia hubungan kami menginjak 19 bulan.

Sore itu adalah kali pertama saya merasa antusias terhadap pertandingan bola. Melihat dia beraksi di lapangan, entah mengapa, terasa mengasikan. Melakukan dribble, memberikan assist, atau menendang ke gawang lawan dengan lantang.

Di hari lain saya melihatnya bernyanyi, setengah serius setengah bercanda, menirukan gaya seorang vokalis band ternama. Saya yang tidak suka keramaian tanggung seketika ikut menikmati dan berbagi tertawa.

Dia adalah pemilik sebuah akun blog yang selalu saya kagumi tulisan-tulisannya. Penulis yang saya kagumi atas kemampuannya berakrobat dengan kata-kata manis yang begitu jujur dan sederhana. Penulis, yang saya harap suatu hari bisa saya lihat bukunya terpampang di setiap toko buku yang saya datangi.

Dia, adalah sosok yang selama ini memutar dunia saya. Memberikan banyak perubahan yang awalnya tak pernah saya sangka. Meniupkan harapan, menjawab pertanyaan dalam satu jentikan.

Setahu saya, menyibakan harapan bisa-bisa malah memberikan beban. Akan tetapi kamu pasti tahu, banyak doa dari saya yang tak perlu disebutkan secara lantang. Setidaknya, izinkan saya menitip sedikit bisik melalui hujan malam ini.

We are happy to have you. Keep making us proud, like you always do.

Happy birthday once again! :*


Di detik-detik terakhir hari milik kamu berakhir, Libra! :D
*ngos-ngosan*

Thursday 14 October 2010

ironic.

Beritahu aku sejuta kelebihanmu dan akan aku beri satu alasan,
“Bukan kamu yang kuinginkan.”

Katakan padaku sejuta mimpimu dan aku akan jawab,
“Aku punya mimpi sendiri dan tak ada kamu di sana.”

Salahkan aku bila mengecewakanmu, memangkas harapanmu, dan aku salahkan karena kamu mencoba hadir. Menerobos tanda bulat merah dan strip putih di tengahnya yang telah aku buat. Untuk apa mengabulkan harapan penerobos rambu-rambu? Aku tak ingin kamu menerobosku lebih jauh.

Jadikanlah takdir alasan. Jadikan saja!! Silakan bilang jika kita memang digariskan untuk bersama. Karena terkadang aku membuat seribu rencana, ketika Tuhan hanya membuat satu. Silakan coba memberikan alasan yang menurutmu paling logis. Kita lihat, apakah logikamu mampu mengalahkan perasaanku.
“It’s like ten thousand spoons when all you need is a knife.” (Ironic – alanis morissette)

Ditulis November 2008

Wednesday 13 October 2010

Pilihan.




Bagi perempuan itu, air mata berbicara sekian kali lebih lantang daripada kata-kata yang dapat keluar dari mulutnya. Tapi, apakah kelantangan yang berkali lipat dapat menjelaskan maksud yang ia ingin sampaikan?

Bagi sang lelaki, bentuk emosi seperti air mata dan kata-kata baru bisa ia produksi setelah mengonsumsi beberapa butir anti depresan dengan dosis yang sedikit dilebihkan. Tapi, apakah bentuk emosinya akan cukup membantu?

Aku sudah lama tidak menangis. Si perempuan berkata bahwa kepekaan diriku sudah hilang. Hm, benarkah? Aku tau, mereka sedang mengalami satu fase berat dalam hidup mereka, walau sebenarnya mungkin tidak seberat itu. Jahat? Ya, katakanlah aku jahat dan tidak peka. Tapi adakah yang bisa diselesaikan dengan menangis dan menenggak anti depresan yang semakin membuat mereka terlihat menyedihkan? Bahkan aku rasa mereka sebenarnya tidak sedepresi itu.

Mengapa tidak berfikir untuk segera menyelesaikan "satu-satunya" hal yang harus dilalui untuk mencapai pernikahan? Ya, si perempuan adalah temanku. ia dan pacarnya ingin segera menikah. Dan menurut mereka, satu-satunya syarat untuk mencapai pernikahan adalah lulus kuliah. Tapi toh kuliah mereka pun keteteran.

“Kamu produk masa kini yang terlalu matrealistis dalam memandang pernikahan!

Monday 11 October 2010

the first thing that popped up when I wake up

Hari itu (9/10) saya habiskan di tempat kost-kostannya di kawasan Setrasari.

Sudah lama. Bahkan terlalu lama, kami tidak menghabiskan waktu berdua saja. Bergelung di tempat tidurnya yang menghadap jendela besar, bercerita dengan mata terpejam. Kemudian terbangun dan menyalakan televisi untuk mengomentari berita-berita yang sedang disiarkan, atau menghubungkan diri dengan dunia maya dan membahasnya dalam dunia nyata.


Saat itu kami sampai di kostannya pukul 06.30 pagi. Makan gorengan sambil menonton televisi dengan setengah peduli. Tertidur setelah ‘satu batang dulu’ dan terbangun ketika matahari sedang berada tepat di atas kepala kami.

Satu waktu dihabiskan dengan menertawakan sifat impulsif diri sendiri, beralih menahan tawa menganalisa twitter tentang drama di balik sebuah konser rock yang konon terbesar se-Asia Tenggara, lalu kami melentur mencari draft Playboy Indonesia yang terkena pasal asusila dan mengharuskan Erwin Arnada dipenjara. Sampai pada yang lebih ringan, membahas para slacktivist, journos, dan teman di lingkungan yang tampak menjadikan ruang yang menyenangkan itu (twitter) sebagai eskapisme. Haha. No. No hard feeling.

Lupakan isu-isu tersebut. Hari itu, isu hanyalah pelengkap. Sedangkan yang sedang kami bahas secara diam-diam adalah hubungan kami sendiri.

Saya dengan dia dipertemukan di jurusan yang sama ketika awal perkuliahan. Awalnya hanya tahu-sama-tahu, karena walaupun saya asli Bandung dan dia asli Balikpapan, toh dunia pun tak seluas yang kita tahu. Baru empat tahun, tapi tak bisa didebat bahwa kami sudah saling mengenal seperti kami mengenal diri kami sendiri. Rasanya ada yang kurang jika fase hidup kami tidak diketahui satu sama lain. That's so sweet, tapi persahabatan kami mempunyai kadar “sweet” yang berbeda. Maksudnya, bukan tipikal persahabatan yang manggil partnernya beb/ay/darl/ apapun yang menunjukkan betapa dalam pertemanan mereka. Kami tetap memanggil nama satu sama lain. But, believe me, we’re deeper than that.

Seperti yang pernah saya bilang, dunia memang berputar dan menghantarkan kami pada tempat-tempat yang selalu berbeda. Entah berapa lama, entah berapa jauh. Tapi menyenangkan sekali ketika kita tahu, ada seseorang di luar sana yang dapat didatangi dan mendatangi sewaktu-waktu.

Bangun tidur, 12/10/10
12. 28 PM

Monday 4 October 2010

Mendadak Bangkok

Semuanya berawal dari impian selintas. Saya, ingin sekali bekerja di tempat yang memungkinkan saya pergi ke suatu tempat tanpa mengeluarkan biaya. Impian selintas lalu yang bahkan belakangan ini saya sempat lupa. Hehe. Sampai kemudian, tanpa disangka, ada tawaran untuk meliput kegiatan salah satu sekolah yang akan mengikuti festival budaya di negeri gajah putih, dari tempat saya bekerja.

Menolak? Rasanya tidak mungkin. Hehe. walaupun awalnya sempat ragu dan bermaksud mengundurkan diri gara-gara beberapa hal, akhirnya saya terima dengan segala konsekuensi. Di antaranya, coba lihat foto di atas. Ya, mengingat saya ikut rombongan sekolah swasta islam, selama perjalanan saya dianjurkan memakai jilbab. Hmm, awalnya berat karena rasanya belum siap di segala aspek. Tapi, sudahlah. Lagipula itu sebuah pengalaman besar atas pekerjaan dan liburan. Terlalu sayang bila dilewatkan.

Kendala lainnya adalah, karena waktu yang sangat mendadak (saya diberi kabar 3 hari sebelum keberangkatan) saya tidak sempat membuat NPWP. Tak terbayang jika biaya fiskal sebesar Rp 2,5 juta harus ditanggung sendiri. Hehe. Belum lagi ketika googling, batas menggunakan NPWP orang tua adalah umur 21. Sementara umur saya 23. Untunglah kata om-nya pacar, kalo untuk mahasiswa sebelum 25 tahun masih bisa menggunakan NPWP orang tua asal bawa KK. Oke, persyaratan dan packing sudah siap, tanggal 16 Agustus dini hari saya sudah berada di sekolah tersebut untuk keberangkatan. Kami take off dari bandara soekarno-hatta pukul 12.30 menggunakan Thai Airways.

Thursday 2 September 2010

a glimpse of my childhood

it's amazing how the simple things can get us somewhere.





















something get me back to late 80's when i spent my childhood in Kopo Permai. I remember like it was yesterday! *smiling*

Monday 19 July 2010

the tightest circle in our lives

Di sela-sela kegiatan menyetir sepulang beraktivitas, di antara antrian panjang mobil di setiap perempatan, saya terbiasa dengan ketukan-ketukan familiar yang tiba-tiba hinggap di kepala saya. Suatu pemandangan mengakibatkan sebuah pandangan subjektif yang kemudian dikaitkan dengan pengalaman lain sehingga menimbulkan suatu pemikiran.

Salah satunya, konsepsi mengenai keluarga.

Saya adalah salah satu manusia yang sulit membendung haru ketika melihat adegan tentang hubungan sebuah keluarga di film maupun novel. Film terakhir yang bikin saya trenyuh adalah "3 Hati 2 Dunia 1 Cinta", ketika sang ayah berkorban untuk merelakan anaknya memilih apa yang diinginkan. Sementara buku terakhir adalah "9 dari Nadira" dari Laila S. Chudori yang memang bercerita tentang rumitnya sebuah keluarga dengan intrik kakak dan adik.

Bukan karena keluarga saya tidak sempurna, justru karena saya selalu kesulitan untuk menunjukkan rasa terima kasih atas kesempurnaan keluarga yang saya miliki. Sulit menyampaikan perasaan sayang, permintaan maaf, ungkapan terima kasih. Kenapa, ya?

But I always hope they know how much I love them, how thankfull I am, without saying it upfront.

*ditulis di sela-sela macet beberapa hari lalu

Monday 12 July 2010

Drip-drop Teardrop

Byurrr!

Tak berapa blok dari apartemen, hujan deras mengguyur Bandung. Aku selalu membenci hujan. Ada hal-hal yang tak perlu aku ingat, yang dengan sulit aku kebumikan di palung paling dalam, namun dapat menyeruak begitu saja hanya oleh hujan. Hanya karena tetesan air yang bisa membuatmu basah! Cih, konyol.

Seperti biasa, hari Kamis adalah jadwalku mampir di “Bliss Flo
wery”, florist kecil-kecilan yang kubuat. Aku memesan fresh flower tipe Freesia berwarna fuschia untuk hari Minggu pada pegawaiku. Berharap bunga ini bisa menambah semarak perjamuan makan malam Moammar Emka, eh, Moammar Prisa, Muardi, eh, ahh, kebiasaanku sulit mengingat nama. Bunga yang berarti persahabatan dan kepercayaan ini diambil dari nama seorang botanist, Friedrich Heinrich Theodor Freese.
Aku mendekati pojokan favoritku dan menyalakan sebatang rokok. Memandangi pekarangan dengan bunga-bunga indah yang mengelilingi bangunan mungil tempatku berdiri. Oh ya, ehem, bangunan warm-minimalis ini adalah karya Musa…

via (ache)

***
Kami bertemu untuk pertama kali ketika Bandung sedang diguyur hujan, usai pameran yang diadakan mahasiswa tingkat akhir jurusan sebelah beberapa tahun lalu. Aku menunggu hujan sedikit mereda di depan aula yang kian melengang.
“Sendiri?” Ia bertanya. Ah, lelaki jaman sekarang masih saja suka basa-basi.

Wednesday 7 July 2010

uncomfortable silence

Malam ini, kami menyanyikan lagu yang berbeda. Ironic milik Alanis Morissette keluar dari mulut Rasti yang sedang khusyuk memandang kegelapan di balik kaca jendela. Bertabrakan dengan I Don’t Know What I Can Save You From yang aku nyanyikan setengah hati. Ya, kali ini, kami menyanyi sendiri-sendiri.

Apa yang tak bisa kau lakukan jika ingin merayakan kepedihan? Menunjukkan ketidakpedulian sepertinya merupakan hal yang terbilang mudah dan wajar, dibanding melakukan hal yang lebih menyeramkan. Walaupun ingin sekali aku menunjukkan kekesalan dengan menginjak pedal gas dalam-dalam dan membawa kendali mobil ini sampai kecepatan di atas 100 km/jam di jalanan tengah kota. Agar Rasti ketakutan dan menolehkan sedikit kepalanya beberapa derajat ke arah kanan. Ke arahku. Agar yang bertabrakan tidak hanya nyanyian kami. Sekalian saja tabrakkan mobil ini ke bunderan di depan sana.

Kabut kekesalan ini entah sejak kapan datangnya. Kapan datangnya, seberapa tebal, aku tidak peduli. Yang pasti, cukup membuat matahari di antara kami redup. Matahari memang biasanya mengajak kami bernyanyi sepanjang jalan. Lagu yang sama. Berselang dengan obrolan ringan maupun berat, juga beberapa canda yang berakhir dengan cubitan kecil Rasti di lenganku.

Keajaiban-keajaiban kecil kami sepertinya sudah hilang. Nyanyian yang berbeda inilah buktinya.

Monday 5 July 2010

l'appartemant 1501

Berapa harga yang harus kau bayar untuk sebuah cita-cita?

Menjadi perempuan yang bekerja untuk kebutuhan dirinya, bisa jadi hal yang membanggakan. Apalagi jika pengetahuan dan daya nalarnya berada setidaknya tepat pada garis rata-rata. Tapi apa yang dicari dari semua itu? Hal tersebut mengusikku karena pembicaraan di yahoo messenger tadi siang. Habislah aku dibego-begoi seorang sarjana hukum yang baru beres yudisium dengan peringkat sangat memuaskan tapi sama sekali tidak tahu pasal apa saja yang dikenakan untuk menjerat Ariel.

Segelintir orang memang percaya bahwa pasangan yang mapan merupakan modal awal untuk menikah. Kira-kira, berapa perempuan rela meninggalkan pekerjaannya demi lelaki mapan yang sangat dicintai? Ahhh, jangan bilang aku sendirian yang bodoh di dunia ini. Ya, aku meninggalkan lelaki yang kucintai demi pekerjaanku yang masih dalam impian. Cih, ketika melafalkan kalimat tadi, aku baru sadar bahwa sepertinya aku adalah perempuan terbodoh di dunia! Untuk apa kulakukan itu, he? Sudah merasa hebat, apa?

Aku masih bermain dengan pikiran-pikiran sendiri ketika kuhempaskan tubuh ke atas kasur dan membenamkan kepalaku di bawah bantal. Sejauh aku membaca teenlit sebagai bahan reviewku untuk sebuah majalah remaja, beginilah cara si tokoh utama menangis. Aku ikuti saja. Lagipula malu jika terdengar kamar sebelah. Kemungkinannya dua, aku disebut uber-pathetic atau disangka makhluk beda dunia. Syukur-syukur dia sudah tidur. Beda dengan penghuni kamar seberang lift sana yang baru pulang sekitar pukul 04.00 sambil setengah mabuk dan menggenjreng gitar tak bernada.

“Kebahagiaan seperti apa sebenarnya yang kamu cari?” bisikku lirih. Bersamaan dengan air mata pertama yang turun malam ini.

Jika dipikir-pikir, mengapa aku bisa menolak lamaran Musa hanya karena ingin tetap bekerja setelah menikah nanti. Padahal Musa sang arsitek muda yang tergabung dengan Artsicraft Group dan punya banyak klien kakap pasti mampu membiayai kehidupanku lebih dari cukup. But still, the idea of being jobless in a life after wedding sama sekali tidak terlintas di pikiranku.

Di tengah kegulitaan kamar yang baru kutempati sejak dua pekan lalu, aku membuka laci terbawah lemari dan mengeluarkan sebuah foto.

Tuesday 15 June 2010

Rindu (blussshhh)

Jadi perasaan rindu yang tidak mengenakkan itu sepertinya berasal dari perasaan tidak aman.
Baiklah. Saya sangat terbuka dengan bantahan terhadap kalimat itu karena emang baru pop up di kepala tanpa memikirkan banyak sudut pandang. Hehe. Tercetus tiba-tiba karena, hm, ini adalah hari ke-9 saya tidak bertemu pacar. Dia sedang berlibur, mengunjungi tempat demi tempat dari Bali hingga Sumbawa.
Rindu? Tentu. Rindu yang menyenangkan. Menyenangkan karena saya yakin suatu hari dia akan pulang. Pergi untuk mencari, pulang untuk menemukan (menemukan akyu dong *tring!). Selama kami jauh pun kami jarang komunikasi. YM-an baru sekali itu pun sebentar. Selebihnya sebatas “What is up with you today?” dengan penjelasan yang tidak perlu bertele-tele. Saya menyimpan rasa ingin tahu untuk menyempurnakan sensasi bertemu ketika dia pulang. (Eh iya ini lebay, tiga hari lagi juga dia pulang :p)
Tapi saat ini yang menyenangkan itu tiba-tiba terdistraksi. Entah darimana datangnya. Ditambah kemudian dia sms mengenai ombak yang sedang tidak terlalu ramah. Well, mari berdoa yang terbaik. Semoga gelisah ini hanya efek es kopi susu :p dan kamu yang sedang terombang-ambing di atas laut, terdengarkah doa saya di sana? :)

Tuesday 8 June 2010

Sarabande

Waktu itu, seiring runtuhnya tembok Berlin di Jerman, pecahnya Uni Soviet karena glasnost dan perestroika, ada yang ingin mengabadikan yang tersisa dari masa komunisme sebagai memorabilia. Pecahan tembok Berlin jadi rebutan dan dijual orang. Beberapa majalah mode terkemuka memasang foto model-model cantik yang berpose di depan patung besar berbentuk palu-arit. Beberapa waktu kemudian gambar tokoh revolusioner Che Guevara menyebar di mana-mana, dijual dalam bentuk poster dan menjadi gambar t-shirt yang dengan gampang bisa didapat dari Toscana sampai Paris, dari Lake Como sampai Milan.
Di negeriku, semua menjadi hal yang serius. Aku masih sering mendengar, seseorang ditangkap karena menyimpan buku tertentu, beberapa mahasiswa jadi buron karena membuat kalender yang entah bagaimana terselip gambar palu-arit, dan seterusnya. Ah, sebuah tempat yang kucinta, yang kadang kutangisi karena kebodohannya.

(Diambil dari Kumpulan Cerpen "Sarabande", karya Bre Redana)

Sunday 16 May 2010

when music and culture totally make out!

Adalah tema dari "Soundlicious", gelaran Hima AN Fisip Unpad yang menampilkan WSATCC, TTATW, endahNrhesa, Mocca, dan Adhitya Sofyan.
Sebelum penampil terakhir naik panggung, Kelompok Seni Tradisi Galengan menjelma menjadi kejutan unik bagi penonton. Penampilan mereka menguatkan unsur kultur berpuluh kali lipat dibandingkan ornamen batik pada bilik dan gambar wayang yang disandingkan dengan gitar pada dekorasi yang seadanya.
Mereka tidak hanya bermain dengan alat-alat musik tradisional, tapi juga menampilkan kolaborasi penari dari berbagai daerah dengan kostum dan tarian yang sangat menakjubkan. Beautifully majestic :)






that was a different atmosphere of music event :)

Soundlicious, Dago Tea House (9/5)
photo and edit : themoderntramp

Friday 14 May 2010

si foursquare

(via reidgober)

Beberapa hari ini saya nemuin keluhan-keluhan atau sindiran sinis (yaiyalah sindiran pasti sinis :p) tentang jejaring sosial baru. Foursquare. Ya cukup kebaca sih sebenernya, kalo ada jejaring sosial baru dan ada yang daftar pasti dibilang 94UL atau kinih atau lainnya. Berbuntut ke pernyataan : “Penting ya, orang tau lo lagi di mana?”

Hahaha, padahal pertanyaan itu juga sama kok, bisa ditujuin buat pengguna twitter, facebook, dll. The funny thing is, mereka yang ngomong gitu beberapa juga orang yang apdet twitternya aktif. Dan beberapa juga suka ngasih tau mereka lagi di mana dan ngapain lewat twitter. Bedanya, gak ada link ke foursquare aja di belakangnya. So, we are even, right? :)

Udah kebaca ya, saya foursquare user :p Kalo dicoba dan digunakan dengan efektif, sebenernya ada kok gunanya selain pamer lagi di mana atau banyak-banyakan badge. i don’t really care my badge juga. Serunya ya bisa dipake share tempat-tempat bagus, rekomendasi menu di tempat makan, dll. Kalo ada yang dimasukin ke twitter juga, nggak ada bedanya kok. Kelebihannya ya bisa tau temen-temen kita lagi di mana, dengan liat semacam home-nya gitu. Malah di beberapa tempat (sayangnya masih di luar negeri deh kayaknya) udah ada promo dari si pengelola tempat buat sang mayor atau buat yang dapet badge tertentu.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...