Tuesday 28 February 2012

Easy To Please?

Terkadang saya berpikir, apakah saya orang yang mudah terpuaskan? Atau apalah entah itu istilahnya.

via (wonderlime)


Pemikiran itu datang dari beberapa kejadian. Teman main, rekan kerja, bahkan saudara sendiri. Sampai suatu hari seseorang berkata, "you look so happy. Enjoying your life. And your life seems like very easy and filled with so much happiness."

Hidup saya menyenangkan, meskipun isi blog saya selalu seputar pergalauan (bahahahak). Begitu banyak keajaiban-keajaiban kecil dan doa yang dikabulkan. Sepertinya tidak wajar justru jika saya mengeluh karenanya. Tapi ya hidup saya tidak se-"easy" itu juga. Jadi ingat twitter yang saya kirim untuk seorang teman, "happy or sad, love or hate, is just a state of mind. You love it and it feels so lovely. You hate it and it feels miserable."

Menyimak pendapat orang mengenai kota yang baru saya pijak ini, mau tak mau saya amini. Udara panas, jalanan padat, kosan dan makanan mahal (mahal relatif, tapi jika menggunakan perbandingan, yang pasti lebih mahal dibanding di kota saya sebelumnya), pekerjaan beda dengan yang sebelumnya, dan lain-lain. Sebagai newbie, saya percaya dan mengalami jargon-jargon itu.

Tapi intinya, saya yang memilih pindah ke sini. Sejak kuliah (meski berat meninggalkan Bandung), saya sudah yakin bahwa : suatu hari saya akan bekerja di kota ini. Dan beruntungnya, saya bekerja di bidang yang saya sukai. Saya suka, loh ya, belum tentu saya jago. Tapi ya kalau namanya suka gimana sih?

Dan satu alasan itu saja, "suka", bikin saya betah. Mungkin saya memang mudah terpuaskan, mudah merasa senang. Tapi pada akhirnya, saya merasa beruntung karenanya :)


Selasa, 28/2 | Lantai 3

Monday 20 February 2012

Perbedaan


Pasangan dan perbedaan. 
Tidak terlalu oksimoron sih sebenarnya, malahan di KBBI tidak mutlak disebutkan bahwa yang sepasang itu selalu sama. Meskipun di satu sisi diartikan sebagai “dua benda yang kembar”, namun di sisi lain bisa juga berarti “yang saling melengkapi”. Dan, yah, kembar pun bahkan tidak harus identik.

Untuk menyamakan persepsi, pasangan dalam konteks ini adalah saya dan pacar. Yang ceritanya sih, saling melengkapi. *pret*

Mungkin saya boleh bersyukur tidak memiliki perbedaan yang begitu krusial dan menuai hambatan, sebut saja perbedaan agama atau suku yang seringkali jadi pangkal masalah. Di tengah perbedaan sepele yang begitu banyak, kami juga banyak kesamaan, termasuk sama-sama menyukai kegiatan tulis-menulis dan sama-sama bekerja di media massa sebagai wartawan.

Bedanya,

Saya asyik bekerja di media perempuan dengan konsentrasi topik health, craft, home and living, relationship, dan parenting. Sementara dia menikmati bekerja di media berita dengan topik politik, hukum, dan akan merambah ekonomi juga kriminal dalam beberapa bulan ke depan.

And it’s incredibly fun! Suatu hari kami berbincang sambil makan siang.

Dia : Jadi kalo meliput bencana misalnya kapal tenggelam, kita harus mastiin orang itu meninggal karena tenggelam atau justru sudah meninggal karena terbakar, baru jatuh ke laut. Blablablabla. Kamu? Abis nulis apa tadi?

Saya : Fake orgasm. Ternyata 60% perempuan pernah berpura-pura orgasme di depan pasangannya. Haha. Biasanya karena blablablablabla.

See? How fun is that?

So tell me, whats the difference between you and your partner?

Sunday 5 February 2012

Tsunami Informasi


Istilahnya tsunami informasi. Dan wajarlah membuat resah.

Bayangkan saja terpaan pesan mengenai sebuah gejala atau fenomena yang begitu mudah menjalar. Ibaratnya bola salju, seiring ia bergulir, maka semakin lama semakin membesar lah ia.

Begitu kira-kira gambaran mengenai era sosial media. Betapa sebuah berita dapat dengan mudah bergulir dari satu tempat ke tempat lainnya “hanya” dengan fasilitas tweet dan retweet atau share dan reshare. Betapa seseorang disilaukan oleh informasi bombastis dan ingin menyegerakan diri berbagi informasi itu kepada yang lain tanpa sempat mengecek ulang. Mumpung beritanya masih segar. Begitu mungkin alasannya. Atau bisa juga memang tidak terlintas untuk mengecek kembali informasi karena yang terpenting ya bombastisnya. Saking bombastisnya kadang dijadikan kendaraan beberapa pihak untuk mencapai tujuan pribadi. Well yeah, everybody needs drama.

Dan penyempitan dunia melalui jaringan internet ini lama-lama memang tidak bisa tak membuat resah.
Orang-orang bebas menyampaikan apa saja tanpa pikir panjang. Tanpa harus merasa takut. Tanpa harus merasa bertanggung jawab. Maka hardik saja, caci-maki saja, berkata kotor saja, toh tak akan bertemu muka. Salah benar urusan belakangan.

Akibatnya banyak yang menyampaikan informasi secara masif, tanpa tedeng aling-aling, tanpa peduli kebenarannya. Yang penting menjadi terdepan. Mengakibatkan banyak juga yang menelan mentah-mentah. Termakan segala berita yang sangat mirip sinetron. Yang penting ada konflik, ada drama, bisa memancing emosi. Beres.

Memuakan, ya?

Dalam elemen jurnalisme, sejak perkembangan teknologi informasi khususnya internet, kini bertambah poin mengenai citizen journalism.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...