Saturday, 24 April 2010

seribu taman seluas hutan


Seribu taman seluas hutan menaungi Marry dalam diam. Dia berlari ke sana kemari sendirian, mengembarai taman sambil mengisi waktu hingga pangerannya datang.

Mengembarai taman ini butuh waktu, mungkin inilah yang harus aku lakukan selagi menunggu. Mari mulai langkah pertama. Hap! Jembatan kayu ini hangat, satu-satunya tempat yang disinari matahari. Mari meniti, menuju bagian lain taman yang mungkin menyimpan lebih banyak misteri. Aku berlari sambil sedikit melompat-lompat, mengikuti irama gesekan daun dan riakan air yang menjadi suara mayor. Rumput hijau yang terhampar di atas pohon-pohon rindang ini terus ku telusuri, sambil berdendang sumbang lagu bimbang.

Itulah Marry. Sementara aku adalah pohon maple tertua di taman ini yang pernah memimpin pergerakan agar kami mendapat lebih banyak sinar matahari. Ya, akulah yang diceritakan Neil Peart dalam “The Trees”! Memang terdengar menyalahi ekosistem, namun aku memperjuangkan hak agar pohon oak yang terlalu besar dan angkuh, tidak lagi memonopoli cahaya yang datang ke taman ini.

Apakah dia pun seperti aku? Hendak memperjuangkan kepemilikannya yang sempat terenggut? Marry mengambil tempat di bawah naunganku sambil menyelonjorkan kakinya ke sungai. Mungkin telah hilang tempatnya berpegang dan menyandarkan impian. Tapi…

"Aku memiliki satu janji yang membuatku senang. Aku punya harapan!"

Telingaku terjaga. Ah, belum ada suara. Mungkin dia sedang kesulitan menata sesuatu. Hmm, tak mungkinkah aku membantu? Di sini terlalu sepi. Rasanya aku lebih ingin menjadi mereka yang bisa menengok di jendelanya sewaktu-waktu, namun selalu bisa melunturkan ego, merangkulkan tawa, dan membuatnya tersenyum. Daripada membuatnya kesusahan harus menata sesuatu sebelum aku datang.

Aku ingin ucapan ‘selamat datang’ darinya tanpa beban.

kemilau nusantara

Well,the show has been through many months, indeed. but suddenly I'm get some nostalgic-atmosphere artfestival in my mind!





- sheen archipelago -
parade of cultural arts / crafts exhibition / culinary festival /
an annual public entertainment

monumen perjuangan - bandung, 31 oktober 2009


photo and edit by themoderntramp

Saturday, 17 April 2010

whose to blame?

terkadang, mungkin kamu mengharapkan seseorang melakukan sesuatu tapi kamu tidak mau membuka pintu. your unconscious mind acting like that and you don't even know.

mungkin aku pembangkang. tapi jika memang tidak ada kesempatan, mengapa tidak katakan agar aku tidak perlu mengusahakan. aku luput dari kenyataan bahwa suaraku kian menipis setiap kali aku menorehkan ketidakmampuan.

you creating your circle and restraining me with a blurry line. you didn't looked at me, not even stole a glance. and conjuring me into something you may not like. it's harsh, yet feels so annoy when once i thought you do it on purpose. did you?

or maybe i'm the one to blame. for being a high-strung bastard that disappointing you even more.

plop!


and all of sudden,
I fade away like smoke
my voice broke before it reaches your eardrum
s
and I turned into a pea pod.

PLOP!

Saturday, 10 April 2010

sweetness


Dia senang sekali melumuri semua makanan dengan gula. Membuatku terlena dan berputar dalam lingkaran manis dengan segi tak terhingga. Putaran yang menyenangkan ini adalah ciptaan yang menakjubkan. Pada derajat tertentu, ada titikan pahit tak terbantahkan yang mampu membuat putaranku sejenak berhenti. namun gula yang ia lumurkan selalu menjadi penawar kepahitan yang menyambangiku sewaktu-waktu. hanya ada manis, manis, manis, dan manis. Hidupku manis, membahagiakan. Tak terbantahkan.


Aku berkhayal-khayal menciptakan momen maya yang akan menghantarkan sebuah persepsi bahwa ia menghasilkan manis dengan air mata dan luka. Aku yang menciptakan titikan pahit itu, dengan imajinasiku sendiri. Maka lukanya akan tersedak di tenggorokanku dan meninggalkan rasa manis itu pada kuluman pertama. the after taste was bitter. dan aku teringat pada pepatah lama. hearts oftenly broken because of something unspoken.

Wednesday, 7 April 2010

my first duty!

Di sela-sela kedatangan abang Jens Lekman ke Indonesia beberapa waktu lalu, saya diutus melakukan wawancara buat salah satu rubrik suplemen remaja di sebuah surat kabar besar seputar Jawa Barat. Saya udah empat bulan di sana, dan baru dapet kesempatan wawancara artis luar negeri. WADUUUH! deg-degan! hihihi. Awalnya nggak nemu waktu wawancara karena Jens sibuk interview di radio-radio. Saya yang kebetulan bagian dari committee, bisa ikut pas makan bareng dia asal nggak memperkenalkan diri sebagai wartawan. Haargg, makin tegang ya kebayangnyaa!
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...