Suatu sore di timeline saya hadir sebuah tweet beserta tweetlonger yang kurang lebih berbunyi : “PDKT kan saatnya #pencitraan, lakuin apa yang sebisa mungkin lo lakuin.” Kemudian di-retweet seseorang sambil berkata, “Tapi lebih susah mempertahankan daripada mendapatkan.” Lalu saya teringat sesuatu.
Ini sebenernya isu yang udah saya perhatikan sejak masa SMA. Proses ketika seseorang melakukan pendekatan pada lawan jenis yang mengada-adakan segala cara dan tidak menjadi diri sendiri
Banyak sosok, khususnya laki-laki (mungkin karena laki-laki terdoktrin untuk make a move duluan dan ingin si perempuan merasa nyaman bersama dia) memaksakan hal-hal yang sebenarnya tidak perlu. Dulu mantan pacar saya semasa SMA sering sekali meminjamkan kendaraan atau barang-barang lain pada teman yang akan menjemput gebetannya. Ya kalo memang keadaannya terdesak sih gak apa-apa. Masalahnya, kalau dia masih punya kendaraan yang berfungsi dengan baik? Menurut saya hal seperti itu tidak perlu.
Mungkin kamu pernah juga melihat seseorang yang pinjam uang untuk makan di restoran mewah, pinjem kendaraan untuk antar jemput gebetan, pinjam pakaian biar keliatan keren, to get impressed by someone they like. Too much pencitraan. Setelah itu apa? Kalau memang si perempuan akhirnya merasa nyaman dan mereka jadian, harus dipastikan dulu nyamannya oleh si laki-laki as a person atau oleh si barang-barang pinjaman? Not judging, tapi kan orang beda-beda. Cause approach-periods is the phase that introduces most of your life, if in the end you’ll end up together.
Banyak hal dari pertemuan dalam rangka reuni bersama teman dari macam-macam lingkaran ketika bulan puasa lalu, mengingatkan saya pada hal-hal semacam ini. Ada salah satu teman saya yang gagal dijemput karena kendaraan sang pacar sedang dipinjam temannya untuk buka bersama dengan teman-teman gebetannya. Kendaraannya belum bisa dikembalikan karena acaranya belum selesai. Ada juga perempuan yang tergolong aktif merokok, sementara selama 4 bulan hubungan pacarnya gak tahu kalau dia merokok. Intinya, ternyata masih banyak yang tidak berani mengambil resiko dengan menjadi diri sendiri ketika melakukan pendekatan atau menjalani hubungan. Bagaimana pun caranya.
Memang yang namanya bersama pasangan, kita mau tidak mau beradaptasi. Akan tetapi selama kita tidak bisa, ya tidak usah memaksakan dan mengikutsertakan pihak lain buat menanggung akibatnya. Melihat sosok yang apa adanya dan tidak mengada-adakan yang tidak ada tapi tetap berusaha dengan apa yang dia punya agar tetap menyenangkan, buat saya malah ada nilai lebih di orang itu. That’s the pride.
No comments:
Post a Comment