Thursday 29 December 2011

I feel you.


Hey, S. Apa kabarmu?

Aku ingin membuat pengakuan dosa.



Sempat aku diam-diam melontarkan harapan konyol di dalam hati. Yang ternyata sekarang dikabulkan. Dan alih-alih senang, aku merasa menjadi orang yang luar biasa egois.

Di tengah harapanku yang terkabul, aku tak tahu kau di sana merasa senang atau tidak. Sulit sekali rupanya saling menyisihkan waktu untuk kita bisa bercengkrama. Kau menjadi demikian tertutup.

Sejak awal sebenarnya aku tidak setuju kau beranjak ke tempat itu. Terlalu apatis aku terhadapnya. Namun, yah, siapalah aku? Ada yang lebih berhak menentukan jalan hidupmu. Aku? Tak punya sedikit pun kuasa untuk menentukannya.

Baru-baru ini kudengar kau mendapat hukuman. Yang menurutku sangat keterlaluan. Masalahnya bukan pada hukuman fisik yang memang jelas terlihat di mana. Namun hukuman lain yang ku tahu sangat menampar amarahmu. Tak perlu waktu lama, aku menyadari ada hal lain yang mengubahmu.
S, Aku tak ingin kau mengulang kesalahanku dan baru bisa berdamai hampir lima tahun kemudian.

Aku teringat sepuluh tahun lalu ketika berada di posisimu. Aku merasakan himpitan di kanan dan kiri, memilih untuk lebih sering menyendiri. Keadaan yang sulit, aku tahu. Maka ingin rasanya berada di sana dan mendampingimu. Aku akan mengerti. Apa daya, S.

Aku tahu, aku pun menginginkan yang kau inginkan saat ini. Dan aku telah membuat sebuah langkah untukmu, yang mungkin kau tak sadari. Namun aku sudah melihat, sedikit-banyak ternyata itu membekas. Semoga kita bisa, S. Kau, terutama, semoga kau tak akan berbelok terlalu jauh dalam menjalani ini. Anggaplah, itu sebagian kecil, hal pertama, yang kulakukan untuk menebus dosaku.

Dan S, lalu kau memberiku pelajaran. Jangan lagi bermain-main dengan harapan.

Friday 9 December 2011

This Phase

Hidup saya belakangan ini seperti melayang di atas kalender. Rasanya baru kemarin berada di kamar kos yang lama, mengambil posisi di depan laptop seperti ini, dan berkutat mengenai marjinalisasi perempuan di media massa.

Lalu dadu dilempar dan melayanglah saya seperti pion yang bertemu tangga. Pion menjejakkan kaki pada hari ini, minggu keempat sejak saya pindah ke ibu kota. Tidak terasa. Begitu banyak hal-hal baru yang membuat saya antusias dalam kehati-hatian.



Perubahan pertama adalah menyesuaikan ritme hidup yang sebelumnya luar biasa berantakan. Sekarang sudah harus bangun pagi dan tidur sebelum hari berganti. Menyusuri jalan yang namanya begitu absurd sampai bertemu angkutan umum, kemudian membayar Rp 2.000 untuk jarak yang tidak sampai 5 menit. Di lain hari menyebrangi jembatan transjak dan beberapa kali salah arah ketika akan pindah koridor. Lalu bingung membedakan cabe dan cengek ketika beli indomie rebus atau gorengan. Mempelajari daerah-daerah serta membedakan angkot, mikrolet, kopaja, serta bis patas. Dan pada akhir minggu terkaget-kaget melihat rentetan angka di daftar menu demi sebuah ice capuccinno.

However, i like being here.

Banyak yang bertanya, apa kabar fase barumu? Saya bingung menjawab karena bisa jadi saya terlampau cepat menyimpulkan. Tapi untuk saat ini, meskipun masih banyak sekali hal yang harus saya pelajari dan yang saya tahu baru seujung jari, saya menyukai kegiatan saya. So many new things which await to be learned. And when it cames to things we love, obstacles seems transformed as a challenges.

*CIEEEEEEE*

Ya semoga bukan hanya euphoria. Hehehe. Lainnya, saya semakin percaya bahwa terkadang kita membutuhkan jarak untuk bisa lebih “dekat”. Untuk beberapa saat, seketika saya sadar telah berdamai dengan banyak hal.
Tapi penentuannya ada di akhir tahun. Berdoa dan berusaha saja agar tahun depan semua ini telah tercapai. Pray for me, will you? ;)
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...